Perusahaan swasta itu akan membeli beras atau gabah petani di atas harga fleksibilitas. Saat itu harga fleksibilitas beras dan gabah oleh Bulog Rp 8.300/kg atau pun Rp 4.200/kg. Sehingga petani lebih memilih untuk menjualnya ke perusahaan swasta. Oleh sebab itu, penyerapan Perum Bulog sedikit pada awal tahun karena juga bersaing dengan perusahaan swasta.
Melihat penyerapan Bulog yang sedikit karena kebijakan harga beli, tetapi penyaluran CBP sempat melonjak pada Agustus 2022. Khudori mengatakan hal itu karena adanya bantuan tunai pemerintah kepada masyarakat miskin.
"Dugaan saya, itu penyaluran bantuannya dirapel, karena dirapel dua kali warga menerima bantuan dan membeli beras dan telur itu waktu itu juga melonjak dengan jumlah tidak seperti biasanya. Kalau orang beli biasanya 5 kg, karena ada bantuan belinya 10 kg, biasanya 10 kg menjadi 15 kg. Makanya waktu itu harga melompat tinggi," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena harga yang tinggi, saat itu menurut dia operasi pasar yang dilakukan Bulog juga cukup besar penyalurannya. Ia mengatakan penyaluran Bulog mencapai 200 ribu ton.
"Besar sekali, padahal bulan-bulan sebelumnya hanya 20.000 ton, 25.000 ton atau 35.000 ton," lanjutnya.
Bulan September kenaikan harga BBM juga mendorong harga beras ikut melonjak lagi. Makanya saat itu harga beli Bulog atau fleksibilitas harga dinaikkan menjadi Rp 8.800 untuk beras. Menurut Khudori, kenaikan itu sebenarnya tidak berpengaruh untuk meningkatkan penyerapan Bulog.
Perusahaan swasta tetap akan merespon juga kebijakan harga itu dengan membeli beras ke petani lebih mahal lagi. Supaya mereka juga mendapatkan barangnya. Akhirnya Bulog pun tidak dapat barang yang banyak. Ditambah lagi saat Bulan September sudah memasuki masa tanam, artinya jumlah panen sedikit.
Kemudian, fleksibilitas harga dinaikkan lagi menjadi Rp 10.200 per kg. Lagi-lagi kebijakan ini tetap tidak efektif karena harga di pasaran sudah mencapai kisaran Rp 11.000 per kg.
Dalam situasi yang sama karena tidak dalam masa panen dan harga tinggi, Bulog harus terus melakukan operasi pasar untuk menjaga harga. Akibatnya CBP pun stoknya semakin sedikit.
Stok CBP pada awal Desember 2022 tersisa 295.337 ton. Beras komersil Bulog 198.865 ton. Data ini diambil dalam paparan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi saat rapat dengan Komisi IV DPR RI pada 7 Desember 2022.
"Kalau CBP itu habis, maka pemerintah tidak memiliki. Tidak ada lagi instrumen untuk stabilitas atau operasi pasar. Maka itu bahaya," ungkapnya.
Perihal janji Kementan yang mau memenuhi pasokan CBP Bulog, Khudori mengatakan memang pasokan beras atau gabah di penggilingan sudah tidak ada. Kalaupun ada hanya sedikit. Karena akhir tahun sudah bukan masa panen.
"Jadi inilah mengapa alasan Pemerintah melakukan impor," ujarnya.
Beberapa waktu lalu mengenai penyerapan yang minim, Direktur Perum Bulog Budi Waseso juga pernah mengakui hal tersebut. Minimnya penyerapan Bulog karena terikatnya aturan berkaitan dengan kualitas beras dan juga harga yang ditetapkan pemerintah.
"Jadi kita ini dibatasi harga dengan kadar air dan macam-macam. Sehingga kita tidak bisa dengan leluasa menyerapnya. Saat panen raya begitu mau ambil, harga naik kita tidak bisa menyerap. Itu persoalannya. Kalau uang ada walaupun utang, bunganya komersil ini perintahnya negara," jelasnya dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI dan Kementerian Pertanian, pada Rabu (7/12/2022).
Pria yang sering disapa Buwas itu juga menegaskan, Perum Bulog tidak bisa sembarangan menyerap sebanyak-banyaknya beras. Pihaknya mendapatkan tugas dari pemerintah hasil Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) maksimal stok CBP 1 juta ton sampai 1,2 juta ton.
"Kita bisa menyerap 3 juta, terus Bulog ambil 3 juta, tidak bisa pak. Kita ditentukan dari rakortas bahwa CBP disimpan oleh Bulog perintah negara untuk negara 1 juta sampai 1,2 juta ton," jelasnya.
Dihubungi terpisah, Pengamat Pangan dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rusli Abdullah juga mengatakan bahwa penyerapan beras oleh Bulog untuk CBP memang dibatasi aturan yang ketat dari pemerintah.
"Ada kualitas kemudian harga. Kalau kualitasnya tidak memenuhi kebutuhan Bulog, maka Bulog juga tidak menyerap. Kalau harga di atas HPP juga Bulog tidak bisa menyerap, kecuali di bawah itu bisa," ujarnya.
Maka Rusli menduga minimnya penyerapan Bulog kemungkinan karena faktor-faktor aturan tersebut. Namun dirinya mengatakan hal itu masih harus dipastikan lagi kepada pihak Bulog.
"Jadi saya menduga ya karena ketentuan itu makanya penyerapan akhirnya menipis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," tuturnya.
Simak Video "Video Zulhas Sebut Telah Serap 1,5 Juta Ton Beras: Bisa Tak Impor Sampai Tahun Depan"
[Gambas:Video 20detik]
(ada/zlf)