Sementara untuk sektor UMKM, Peneliti PPKE FEB UB, Joko Budi Santoso mengatakan, UMKM Indonesia memiliki peran strategis dalam membentuk fondasi kokoh perekonomian Indonesia dan telah terbukti tahan badai dan guncangan ekonomi.
Dengan jumlah UMKM yang mencapai Β±65 juta unit atau sekitar 99% dari jumlah usaha yang ada di Indonesia, menurutnya, UMKM mampu berkontribusi pada PDB sekitar 60%, dan menyerap 96% angkatan kerja.
Joko menyebutkan, ada beberapa poin yang perlu dilakukan dalam penguatan UMKM, yang pertama penguatan permodalan melalui KUR, atau mengkolaborasikan pembiayaan madani seperti bank wakaf, Baznas, dan lembaga pembiayaan lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, insentif fiskal seperti Pajak Penghasilan Final (PPh) UMKM ditanggung pemerintah, Penempatan dana/penempatan uang negara, dan pembiayaan investasi perlu terus dijaga keberlanjutannya. Ketiga, penguatan kolaborasi dengan market place, fasilitasi sertifikasi halal maupun perijinan usaha mutlak terus dilakukan secara berkelanjutan.
Kemudian yang keempat, penguatan UMKM model kluster. Hal ini akan memudahkan dan meningkatkan daya tawar dalam memperoleh bahan baku dan pemasaran, serta pengawasan dan pembinaan. Kelima, pemerintah daerah juga harus memperkuat linkage antara sektor pertanian dengan UMKM. Pasalnya, sebagian besar UMKM bergerak di F&B.
"Hal penting lagi adalah kearifan lokal (local wisdom) dan budaya di masyarakat sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan publik," ujar Joko.
Sementara untuk Industri Hasil Tembakau (IHT), Peneliti PPKE FEB UB, Imanina Eka Dalilah berpandangan, industri ini memiliki kontribusi yang besar bagi ekonomi RI karena merupakan satu-satunya industri nasional yang terintegrasi dari hulu sampai hilir.
Sayangnya, IHT tengah menghadapi berbagai tantangan di antaranya kenaikan tarif cukai dan harga rokok yang terjadi hampir setiap tahunnya. Menurut Imanina, regulasi kenaikan tarif cukai yang selama ini berlaku justru lebih banyak menyebabkan trade off, kenaikan tarif cukai dan harga rokok yang eksesif setiap tahunnya.
"Lebih banyak berdampak pada penurunan jumlah pabrikan rokok dan peningkatan peredaran rokok ilegal dibandingkan dengan penurunan jumlah prevalensi merokok secara umum," terangnya.
Tidak hanya itu, di 2023 pemerintah juga akan memberlakukan aturan baru tentang larangan penjualan rokok ketengan. Menurutnya, hal ini akan semakin meningkatkan peredaran rokok ilegal.
"Kenaikan tarif cukai yang terus terjadi di setiap tahunnya telah banyak berdampak bagi keberlangsungan IHT. Tekanan yang dihadapi IHT melalui berbagai regulasi yang ada pada akhirnya mendorong kian maraknya peredaran rokok ilegal di Indonesia," terangnya.
(fdl/fdl)