Waspada! 3 Peringatan buat Ekonomi RI Kalau Mau Selamat Lewati 2023

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Jumat, 06 Jan 2023 08:00 WIB
Ilustrasi ekonomi RI (Foto: Grandyos Zafna)
Jakarta -

Tahun 2023 dinilai bakal menjadi tahun yang penuh ujian. Ekonom pun memberikan sederet catatan bagi pemerintah dalam mengarungi tahun 2023.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sebelum mengatakan tahun 2023 bakal jadi tahun yang berat untuk ekonomi global dan dalam negeri. Jokowi mengingatkan untuk terus berhati-hati menghadapi ekonomi di tahun ini.

"Di tahun 2023 ini adalah tahun ujian bagi ekonomi global dan ekonomi kita. Kita harus hati-hati dan waspada," kata Jokowi saat membuka perdagangan pertama di Bursa Efek Indonesia tahun 2023 yang disiarkan virtual, Senin (2/1/2023) yang lalu.

Lalu apa saja catatan yang mesti diperhatikan di tahun 2023?

1. Hati-hati Tambah Utang

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini menyoroti soal utang pemerintah yang terus membengkak. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah tahun ini.

Menurutnya, di masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak 2014, utang pemerintah terus menerus meningkat. Dari data yang dipaparkan Didik memperlihatkan utang pemerintah terus menerus meningkat sejak 2014, di tahun tersebut utang pemerintah tercatat Rp 2.608,78 triliun dan di November 2022 mencapai Rp 7.554,25 triliun.

"Tahun 2014 itu utang posisinya cuma Rp 2.600-an (triliun), ini SBY dihajar habis-habisan dalam kampanye hingga di hari-hari biasanya. Utang itu sampai November 2022 itu sudah Rp 7.500-an triliun," papar Didik dalam Catatan Awal Tahun Indef 2023 yang disiarkan virtual, Kamis (5/1/2023).

Didik menilai bisa saja Jokowi akan mewariskan utang belasan ribu triliun kepada pemimpin-pemimpin berikutnya. Pasalnya, tahun depan kepemimpinan Indonesia akan berganti.

"Itu Rp 7.500 triliun kalau ditambah BUMN Rp 2.000-3.000 triliun jadi mungkin belasan ribu triliun utang yang diwariskan pada pemimpin yang akan datang. Saya banyak teriak soal ini banyak tidak diperhatikan," sebut Didik.

Didik menilai hal ini terjadi karena buruknya sistem politik di Indonesia, sehingga perencanaan keuangan negara menjadi sangat buruk.

Dia menyatakan ekonomi dan politik sebetulnya tidak bisa dipisahkan. Yang jadi masalah adalah adanya kemunduran pada dunia politik di Indonesia, terlalu banyak kongkalikong yang membuat fungsi check and balance di DPR menjadi sangat lemah.

"Ekonomi dan politik tidak bisa dipisahkan. Ada fakta berdasarkan defisit anggaran terjadi karena perencanaan anggaran kurang matang. Perkembangan utang pemerintah meningkat akhirnya kondisi politik merusak demokrasi," tegas Didik.

Catatan yang kedua tekankan terhadap sektor industri disebut kurang 'otak'. Baca di halaman berikutnya.




(hal/das)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork