Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menurunkan besaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pascaproduksi. Hal ini disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam acara silaturahmi bersama para pelaku usaha perikanan, Senin (16/1/2023) di Gedung KKP, Jakarta Pusat.
Trenggono mengatakan bahwa besaran PNBP akan didiskusikan lagi kepada para pelaku usaha perikanan. Meski demikian, ia meminta agar hitungannya harus adil.
"Jadi nggak usah ada lagi tuntutan-tuntutan yang lain, udah jelas PNBP saya balikin lagi kepada saudara-saudara untuk membentuk kelompok-kelompok diskusi bareng idealnya berapa. Tapi hitungannya harus fair," ucapnya dalam acara pertemuan KKP dengan para pelaku usaha yang disiarkan secara virtual, Senin (16/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Muhammad Zaini mengatakan akan ada penurunan PNBP. Walau demikian, besaran PNBP masih harus didiskusikan lebih lanjut.
"Tolong ini kesepakatannya, kalau PNBP itu harus turun bayarannya, sudah disahkan oleh Pak Menteri, turun. Tetapi sekarang mau turun berapa, formulasinya bagaimana," kata Zaini.
Zaini juga menyebutkan bahwa Trenggono telah mengusulkan untuk menggunakan formula perhitungan Harga Pokok Produksi untuk skema perubahan perhitungan menggunakan harga ikan.
"Kalau merubah formulasi dari harga ikannya, Pak Menteri mengusulkan pakai HPP, harga pokok produksi, berapa sih harga pokok produksi itu sudah ada. Nah itu mungkin yang perlu kita lakukan," tuturnya.
"Itu clear, bahwa keinginan dari para pelaku usaha untuk menurunkan PNBP itu akan kita penuhi," tegasnya.
Bagaimana cara menurunkan PNBP? Cek halaman berikutnya.
"Alternatif pertama turunkan indeks dengan harga menggunakan harga jual ikan di pelabuhan, real, indeks turun, harga real, nggak bisa nawar-nawar lagi. Menurut saya ini yang paling aman," tuturnya.
Dengan menurunkan indeks menurutnya harga-harga penjualan ikan akan mudah dipantau sehingga meminimalisir adanya kecurangan dalam penentuan harga. Namun demikian, penurunan indeks tersebut harus mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan.
Namun, apabila indeks tidak bisa diturunkan, maka yang diturunkan adalah harga acuan ikan (HAI).
"Nah HAI itu di situ dicantumkan sekurang-kurangnya mempertimbangkan harga jual ikan di pelabuhan. Kira-kira begitulah, sekurang-kurangnya. Sehingga bisa ditambah lagi komponen sehingga keluarlah yang namanya HPP. Karena HPP itu harga pokok produksi, nah HPP ini biaya total produksi dibagi biaya operasional," kata Zaini.
Meski demikian, kekurangan metode ini adalah tidak mempertimbangkan jenis harga ikan. "Pokoknya kalau misalnya kapal ukuran 10-20 GT, alat tangkap purse seine, maka harga ikannya itu gelundungan per kg sekian," tambahnya.
Sebagai informasi, besaran PNBP pascaproduksi yang dikenakan untuk kapal berukuran di atas 60 gross tonnage (GT) yaitu 10% sementara untuk kapal kecil sebesar 5%. PNBP pascaproduksi sendiri dibayarkan oleh pemilik kapal sesuai dengan jumlah ikan yang didaratkan di pelabuhan perikanan. Adapun pemungutan tarif PNBP pascaproduksi dilakukan setelah ikan yang didaratkan ditimbang dengan timbangan elektronik.
Sebelum adanya PNBP pascaproduksi, tarif PNBP yang digunakan adalah praproduksi dengan formulasi meliputi poin tarif range gross tonnage, produktivitas kapal, harga patokan ikan, serta gross tonnage kapal.