Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas menyebutkan bahwa masih banyak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menerima bantuan sosial (bansos). Hal itu karena dampak dari banyak data penduduk yang bersifat rahasia.
Menurut Anas, di Singapura hanya ada dua jenis data kependudukan yang bersifat rahasia, sementara di Indonesia mencapai lima jenis data kependudukan. Oleh karena itu, kerahasiaan data-data yang tidak perlu menurutnya bisa diintegrasikan dan diakses antarlembaga supaya bisa masuk ke dalam satu sistem.
"Setidaknya ada lima data yang ada di Dispenduk ini yang harus dirahasiakan. Jadi tidak semua data boleh dibuka. Nah, kalau memang hanya lima, berarti yang lain boleh. Kalau yang lain boleh berarti akan bisa diakses, termasuk kita minta Kepala BKN untuk segera mengintegrasikan data kependudukan Dukcapil dengan data BKN," tuturnya dalam acara Refleksi 9 Tahun KASN dan Resolusi 2023, dikutip dari YouTube KASN RI, Senin (16/1/2023).
"Kemarin mulai kelihatan dari penyelarasan data ini ternyata masih banyak ASN sebagian masih menerima bansos. Masih menerima bantuan-bantuan. Nanti kita cek apakah memang mereka ASN yang di bawah, yang memerlukan atau memang karena pendataan dan seterusnya," sambungnya.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2022 yang mengatur Arsitektur Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Melalui Perpres ini, pemerintah telah memandatkan agar data-data yang ada di berbagai lembaga terintegrasi dan sedikit yang dirahasiakan. Salah satu caranya dengan membuat aplikasi tunggal di sektor pemerintahan.
"Karena efisiensinya ke depan targetnya ini akan bisa kelihatan. Kalau nanti berbagai sistem aplikasi ini sudah bisa disatukan, di tim PANRB setidaknya ada 624 aplikasi akan kita satukan di aturan yang sedang dibuat dalam bentuk PP (Peraturan Pemerintah) dan Permen (Peraturan Menteri)," ujar Anas.
Adapun basis data SPBE ini menurutnya akan berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Informasi Geospasial, serta data dari Direktorat Jenderal Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
"Data kependudukan inilah yang saya akan kejar, kita akan duduk dengan detail bersama Pak Menteri Dalam Negeri, dan juga para Menko, sesungguhnya yang tidak boleh diakses secara bebas di kependudukan data apa saja, sehingga menyebabkan susah untuk mengakses ke data kependudukan," tuturnya.
Anas menuturkan, dari Perpres tersebut, yang dimandatkan sebagai koordinator SPBE yaitu Kementerian PANRB bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas, BSSN, dan BRIN.
Sebagai informasi, saat ini, indeks SPBE Indonesia berada di level 0,7, sementara indeks SPBE negara maju seperti Finlandia dan Denmark berada di level 0,91. Anas menuturkan, untuk mencapai indeks seperti negara maju baru akan tercapai tahun 2028 nanti.
"Kalau normal saja, kita akan mencapai indeks itu di tahun 2028, tapi kalau kita memulai hari ini dengan sungguh-sungguh insyaallah kita untuk mencapai yang setidaknya mendekati sama atau sama kita bisa di 2024. Tentu perlu dengan percepatan-percepatan," ungkapnya.
"Ternyata SPBE ini kunci dari hampir banyak masalah. Kalau sistem pemerintah berbasis elektronik ini jalan, maka indeks-indeks yang lain akan kebawa, termasuk indeks korupsi," lanjutnya.
Simak Video "Alasan Jokowi Pilih Azwar Anas Jadi Menteri PANRB"
[Gambas:Video 20detik]
(ara/ara)