Jakarta -
Beberapa waktu lalu, Pemerintah Kota Jakarta Pusat (Pemkot Jakpus) menertibkan kawasan Kebon Kacang, Tanah Abang. Langkah ini dilakukan dengan cara sterilisasi PKL dan parkiran liar di kawasan kuliner belakang Mal Grand Indonesia (GI).
Kawasan kuliner ini dulunya terbentang di antara Mal GI dan Plaza Indonesia (PI). Area ini dipadati oleh para pedagang kaki lima (PKL) yang menjual aneka jajanan. Tempat ini pun akhirnya viral sebagai salah satu sentra kuliner.
Kini, kawasan tersebut nampak bersih dari PKL. Jalanan terlihat jauh lebih lenggang dan rapi dari sebelumnya. Kendaraan pun dapat melewati jalanan dengan lancar, di mana sebelumnya kerap terjadi penumpukan, baik dikarenakan ruang jalan termakan oleh tenda pedagang, maupun karena aktivitas perdagangan di jalanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masih Ada PKL Yang Dagang
Namun ternyata, kawasan yang disterilkan hanya sebagian. Sterilisasi dilakukan dari bundaran dekat area belakang gedung Mal GI Barat, hingga ke tepi jembatan dekat pintu keluar mobil gedung tersebut.
Sedangkan dari jembatan tersebut hingga ke arah Thamrin City, tenda-tenda PKL masih nampak berjajar rapi. Tidak hanya itu, di kawasan Kebon Kacang yang berada persis di belakang Mal PI juga masih ramai PKL.
Salah seorang Satpol PP yang sedang berjaga di pos setempat mengatakan, penertiban memang baru berjalan di kawasan sepanjang kurang lebih 100 meter itu.
"Yang ditertibkan memang baru segini. Dari putaran ini (tempat balik arah), sampai ke jembatan situ," katanya, saat ditemui detikcom, Rabu (18/01/2023).
Sementara itu, salah seorang pedagang gado-gado di belakang Mal PI, Ati mengaku, area yang ditempatinya tidak masuk ke dalam area sterilisasi dan selalu aman. Ia bahkan sudah bertahan berjualan di sana selama 21 tahun lamanya.
"Alhamdulillah di sini nggak tahu kenapa paling aman. Di mana-mana pada dibongkar, kalau saya di sini masih bisa sampai sekarang," ujar Ati.
Demikian pula dengan Zainun, salah seorang pedagang nasi dan aneka lauk pauk di area jalan menuju Thamrin City. Ia mengatakan, area yang kini ditempatinya juga tidak termasuk ke dalam area yang disterilisasi.
"Kalau yang sini nggak. Di sini masih boleh, yang sebelah sana yang dibubarin," katanya, saat ditemui detikcom di lokasi, Rabu (18/01/2023).
Karena itulah, tenda-tenda PKL di area tempat ia berjualan masih berjajar rapi dan ia masih bisa berjualan seperti biasanya. Meski demikian, Zainun mengaku agak khawatir bila area tempat ia berjualan juga akan disterilkan.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Nasib PKL Setelah Sterilisasi
Zainun mengatakan, banyak pedagang yang semula berjualan di area steril tersebut yang kini pindah ke areanya. Ia sendiri berjualan di area bahu jalan, yang menuju ke arah Thamrin City.
"Ada yang ke sini. Kan ini sekarang lagi rapet banget, banyak yang ke sini. Sebelumnya nggak ada ini (gerobak pedagang lain). Dulu saya aja yang di tenda ini, sekarang terlalu rapet," katanya.
Ia menambahkan, kepindahan mereka ini telah berlangsung sejak sekitar 10 hari lalu. Pada awalnya, para pedagang di area steril itu diminta untuk libur selama 3 hari dengan alasan ada kunjungan tamu negara. Namun kemudian, mereka akhirnya dilarang berjualan hingga saat ini.
Sementara itu, Ati mengatakan, PKL yang pindah ke area sekitar tempat jualannya tidak terlalu banyak. Beberapa di antaranya bisa ditemui di area depan Indomaret Kebon Kacang. dekat parkiran-parkiran motor.
"Ada yang pindah ke sini, yang Ayam Sipit. Dia bukanya sore, tapi kalau yang bukanya pagi pindah ke sini nggak ada," ujarnya.
Salah seorang pedagang sempol di belakang PI, Angela mengatakan, tidak hanya pindah tempat, ada juga pedagang yang tutup karena tidak kebagian tempat di kawasan tersebut.
"Ada sebagian yang pindah, ada sebagian yang kayanya tutup. Soalnya kan nggak semuanya cukup kan (area)," katanya.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Pedagang Curhat Omzet Terjun Bebas
Angela mengaku, dirinya merasakan penurunan pendapatan yang drastis hingga 50% setelah sterilisasi tersebut. Pasalnya, daya tarik orang untuk datang ke sana pun menurun drastis.
"Karena mereka yang bukan karyawan kan pasti taunya 'ah ini mah udah pada nggak jualan'. Pastinya kan ngaruh juga ke penjualan saya. Langsung anjlok hampir 50%," ujar Angela.
Bukan hanya karena penurunan pengunjung dari luar, Angela mengatakan, pembeli dari golongan karyawan pun menurun. Ragam pilihan makanan yang berkurang membuat karyawan banyak yang mengurungkan niatnya untuk jajan ke kawasan tersebut.
Oleh karena itu, kini Angela menurunkan kuantitas dari sempol yang ia jual. Secara bertahap, kini ia tengah mencoba menyesuaikan kembali berapa porsi yang harus ia sediakan setiap harinya.
"Tadinya rame banget, karena pada ada makanan viral itu ya, di luar karyawan. Semenjak ada sterilan kaya gini, saya jadi masih bertahap (menyesuaikan porsi)," katanya.
Angela memutuskan berjualan di sana sekitar 2,5 tahun yang lalu, setelah ia terdampak efisiensi perusahaannya kala pandemi memuncak. Ia mengaku berjualan di sana karena melihat peluang besar sebagai kawasan kuliner yang terkenal. Omzetnya pun cukup besar, bisa menyentuh Rp 1 juta per harinya
Tidak jauh berbeda dengan Angela, Ati juga merasakan penurunan omzet. hanya saja, penurunannya tidak terlalu drastis lantaran ia masih tertolong dengan para langganannya.
Kalau biasanya Ati bisa mengantongi omzet kotor hingga Rp 800 ribu per harinya, kini pendapatannya menurun ke kisaran Rp 600 ribu per hari.
Ati sangat menyayangkan pembubaran PKL di kawasan kuliner tersebut. Padahal sebelumnya, kawasan ini ramai didatangi pengunjung dari berbagai daerah karena menjadi sentra kuliner yang viral di media sosial.
"Justru nggak ada ini malah di sini ngaruh (penjualan), orang jarang keluar. Biasanya yang dari daerah pada datang, penasaran cari yang viral-viral. Eh setelah ini dibongkar malah jadi sepi," ujar Ati.