Presiden Joko Widodo (Jokowi) merilis aturan baru soal pengelolaan harta karun di bawah laut yang berasal dari kapal tenggelam. Hal ini diatur untuk meningkatkan daya guna sebagai dukungan pembangunan nasional.
Demikian tertuang dalam Peraturan Presiden (PP) Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT). Aturan itu diteken Jokowi pada Kamis (19/1/2023).
Dalam pasal 1 dijelaskan harta karun alias BMKT yang dimaksud adalah benda muatan kapal tenggelam yang memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan, budaya, dan/atau ekonomi yang berada di dasar laut. BMKT yang dapat dimanfaatkan diatur ke dalam dua kategori.
Pertama, benda muatan kapal tenggelam yang masuk dalam kategori Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB). Kedua, benda muatan kapal tenggelam non ODCB. Hal itu ditentukan berdasarkan pengkajian yang dilakukan kementerian di bidang kebudayaan.
"Dalam hal BMKT berupa ODCB, pengelolaan BMKT dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cagar budaya. Sementara dalam hal BMKT bukan ODCB, pengelolaannya dilakukan sesuai PP ini," tulis pasal 2 ayat 4 dan 5 aturan tersebut, dikutip Jumat (20/1/2023).
Pengelolaan BMKT bukan ODCB dilakukan melalui pengangkatan dan dilakukan penanganan di gudang penyimpanan. Penanganan BMKT dilakukan dengan cara perendaman lanjutan, pengklasifikasian, pemberian identitas dan penyimpanan.
Selanjutnya BMKT non ODCB disebut bisa dimanfaatkan dengan dua cara yakni insitu atau pengelolaan kawasan konservasi dan/atau pengelolaan wisata bahari, serta penjualan melalui lelang di kantor pelayanan yang membidangi lelang negara.
Hasil bersih penjualan lelang nantinya akan dibagi dengan persentase 45% untuk pemerintah pusat dan 55% untuk pelaku usaha yang mengangkat barang muatan kapal tenggelam tersebut.
"Hasil bersih merupakan hasil penjualan setelah dikurangi dengan bea lelang sesuai ketentuan di bidang lelang," ucapnya.
Dalam hal BMKT tidak terjual dalam tiga kali lelang, maka itu akan dibagi dalam bentuk barang dengan persentase 45% untuk pemerintah pusat dan 55% untuk pengusaha yang mengangkatnya.
"Pembagian dalam bentuk barang dilakukan berdasarkan jumlah barang dengan klasifikasi dan kualitas yang sama sesuai dengan nilai yang tertuang dalam laporan penilaian," tandasnya.
(aid/ara)