Dunia saat ini dibayangi dengan polycrisis. Hal ini mencuat di Forum Ekonomi Dunia alias World Economic Forum (WEF) yang menyebut jika potensi risiko polycrisis ini sangat besar dan bisa berdampak berat.
Dikutip dari moneycontrol.com disebutkan bahwa laporan bertajuk Global Risk 2023 ini disusun untuk mengidentifikasi risiko dan untuk menyelamatkan dunia dari ancaman yang akan datang.
Laporan tersebut menggunakan istilah polycrisis untuk menggambarkan kenaikan harga energi dan pangan akibat pecahnya perang Rusia dan Ukraina. Kemudian naiknya biaya hidup dan tertekannya kondisi sosial akibat tekanan inflasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak cuma itu, emisi karbon disebut-sebut juga meningkat akibat dibukanya kembali industri setelah pandemi COVID-19.
Laporan ini juga menyebut jika dunia akan menghadapi kondisi yang berat pada dekade berikutnya. Ada ancaman baru yang lebih menakutkan.
Kemudian laporan ini juga memuat tahun 2030 akan terjadi polycrisis yang disebabkan oleh terbatasnya sumber daya alam.
Direktur Pelaksana WEF Saadia Zahidi mengungkapkan jika polycrisis ini akan berkaitan dengan sulitnya sumber daya alam seperti makanan, air, logam dan mineral dan membuat sosial ekonomi masyarakat tertekan di masa depan.
Polycrisis sendiri diartikan sebagai merupakan kejadian berulang-ulang dari beberapa bencana yang pernah terjadi. Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh filsuf Prancis Edgar Morin dan Brigitte Kern pada 1999 lalu di dalam buku mereka yang berjudul "Homeland Earth: A Manifesto for a New Millennium".
Kemudian pada 2016 lalu Mantan Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan ancaman keamanan domestik, lingkungan, krisis pengungsi dan referendum Brexit.
Kemudian sejarawan ekonomi Adam Tooze mempopulerkan istilah ini pada 2022 lalu. Dia sempat menyebut jika masalah menjadi krisis saat kita berani untuk mengatasi hal tersebut. Dalam polycrisis ini, akan terjadi guncangan hebat dan bisa lebih parah dari sebelumnya.
Lihat juga video 'Ketakutan Kate Winslet akan Krisis Biaya Hidup di Inggris':