Ungkap Modus Kejahatan Koperasi, Teten: Seperti Praktik Perbankan 1998

ADVERTISEMENT

Ungkap Modus Kejahatan Koperasi, Teten: Seperti Praktik Perbankan 1998

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Rabu, 08 Feb 2023 16:59 WIB
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop, dan UKM) Teten Masduki
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop, dan UKM) Teten Masduki. (Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri)
Jakarta -

Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki mengungkapkan modus-modus jahat koperasi yang merugikan masyarakat. Katanya, saat ini ada 8 koperasi yang bermasalah di Indonesia.

Teten menyebutkan 8 koperasi tersebut telah mengalami gagal bayar sejak pandemi dan saat ini menempuh proses Penundaan Pembayaran Kewajiban Utang alias PKPU. Ada yang prosesnya dilakukan sampai 2024, ada pula yang hingga 2026.

Namun, saat ini realisasi proses PKPU koperasi-koperasi tersebut masih rendah. Dia menyebutkan ada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama (SB) dan ada juga KSP Indosurya yang realisasi proses PKPU-nya sangat rendah.

"Realisasi putusan PKPU itu masih rendah. Misalnya, KSP SB yang di Bogor itu baru 3% realisasinya. Lalu Indosurya hanya 15,58%, ini masih sangat rendah," ungkap Teten ditemui di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2023).

Untuk mempercepat prosesnya, Teten mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Menko Polhukam Mahfud MD.

Modus Penggelapan Aset

Dia mengungkapkan realisasi rendah ini menurutnya juga terjadi karena modus-modus jahat dari para pengurus koperasi. Dia mengungkapkan modus jahat ini merugikan masyarakat dan juga para anggota koperasi.

Modus yang pertama adalah adanya penggelapan aset. Seharusnya, aset koperasi tidak digunakan untuk keperluan di luar anggotanya namun justru yang terjadi aset koperasi malah dipergunakan langsung oleh pengurus.

"Saya juga laporkan bahwa realisasi ini rendah karena memang ada penggelapan aset. Aset koperasinya tidak dimiliki oleh koperasi tapi dimiliki oleh pengurus. Lalu, juga diinvestasikan di perusahaan-perusahaan milik pendiri dan pengurus," papar Teten.

Teten menyinggung praktik penggelapan aset koperasi ini macam praktik jahat perbankan di tahun 1998. Maksudnya, dana yang dikumpulkan dari masyarakat diinvestasikan untuk keperluan pengurus lembaga keuangan itu sendiri. Dalam hal ini, investasi aset koperasi dilakukan demi kepentingan para pengurus dan pendiri KSP.

"Jadi ini persis seperti praktek perbankan tahun 98 di mana dana dari masyarakat diinvestasikan di grupnya sendiri tanpa ada batas minimum pemberian kredit," ujar Teten.

Modus Dipaksa PKPU

Teten juga mengungkapkan proses PKPU seringkali dijadikan cara untuk 'merampok' uang nasabah. Asalkan ada koperasi yang gagal bayar, PKPU selalu jadi solusi yang diambil.

Padahal, pengurus bisa saja mengakali PKPU. Misalnya, menjanjikan skema pengembalian gagal bayar baru, namun manajemennya tidak ditunjuk yang baru. Usai PKPU dianggap selesai, pengembalian uang kepada anggota koperasi pun kembali kacau balau.

"Koperasi-koperasi bermasalah soal pengembalian uang kepada anggota itu terkendala dengan putusan PKPU. Putusan PKPU-nya kalau menurut saya itu tidak menunjuk manajemen baru. Itu kesalahan pertama, jadi sudah gagal bayar tapi putusan PKPU-nya pembayaran cicilan utang bukan menunjuk pengurus baru atau malah pemerintah," ungkap Teten.

Menurutnya, hal berbeda terjadi pada sektor perbankan. Hanya Menteri Keuangan saja yang boleh membawa masalah perbankan ke ranah PKPU. Di sektor koperasi siapapun bisa membawa pengurus untuk proses PKPU, bahkan dua orang saja sudah bisa.

"Kalau di bank kan jelas, PKPU kalo di bank kan sudah sama Menteri Keuangan. Kalau ini koperasi kan 2 orang anggota bisa mengajukan PKPU, merugikan ribuan ratusan ribu anggota. PKPU dengan pailit itu jadi alat untuk merampok uang anggota koperasi," kata Teten.

Dia bilang pihaknya sudah berkoordinasi dengan Mahkamah Agung soal masalah ini. Mahkamah Agung pun sudah mengeluarkan edaran agar PKPU di sektor koperasi hanya boleh dilakukan oleh Menteri Koperasi dan UMKM.

"Alhamdulillah sejak kami menyampaikan masalah ini kepada ketua MA, sudah ada edaran MA bahwa PKPU dan kepailitan harus oleh Menteri Koperasi, tidak bisa lagi 2 orang mempailitkan, karena itu merugikan anggota," ungkap Teten.

(hal/das)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT