Masyarakat Wajib Lapor SPT Pajak, Ada Manfaatnya?

Masyarakat Wajib Lapor SPT Pajak, Ada Manfaatnya?

Almadinah Putri Brilian - detikFinance
Minggu, 26 Feb 2023 22:00 WIB
Hari ini merupakan hari terakhir pelaporan SPT Tahunan. Warga tampak memadati kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Satu untuk lapor SPT.
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Setiap tahunnya, masyarakat maupun badan usaha yang memiliki NPWP wajib melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Hal ini dilakukan sejak 1 Januari 1984 atau semenjak keluarnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Beberapa dari kita mungkin penasaran apakah ada manfaat dari melapor SPT tahunan?

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menuturkan bahwa dengan lapor SPT memiliki manfaat yang sangat besar. Sebab, kita dapat mengetahui apakah kita kurang bayar atau tidak yang nantinya akan berpengaruh pada pembayaran pajak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, dengan lapor SPT tahunan juga dapat memengaruhi pendapatan APBN. Hal itu karena pendapatan APBN juga berasal dari penerimaan pajak.

"APBN itu kan isinya semua. Semua program kita, pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur kita, semua ada di APBN. Kalau penerimaan kita nggak cukup, pemerintah mengalami defisit yang besar. Kalau defisit yang besar, pemerintah harus berutang. Nanti kita lagi yang teriak-teriak mengkritik pemerintah karena utangnya gede," tuturnya kepada detikcom, Minggu (26/2/2023).

ADVERTISEMENT

Meskipun masyarakat tidak mendapatkan manfaat langsung, Piter berharap kita dapat memahami bahwa kita juga membutuhkan peran pemerintah dalam pembangunan negara. Ia bahkan khawatir dengan seruan tidak membayar pajak dan tidak mau melapor SPT tahunan yang menggema di media sosial. Menurutnya, hal tersebut bisa membuat negara 'ambruk'.

"Kecuali kita pengen negara bubar, kalau mau ayo kita ramai-ramai tidak membayar pajak, tidak melakukan SPT ya itu bentuk pemberontakan kita terhadap NKRI. Itu bukan bentuk protes kita terhadap penyalahgunaan yang dilakukan oleh sekelompok oknum. Kalau kita melakukan secara beramai-ramai itu menurut saya bentuk pemberontakan kita terhadap NKRI," imbuhnya.

"Karena negara ini membutuhkan kita semua untuk melaksanakan kewajiban kita, membayar pajak itu kewajiban kita, bentuk cinta kita terhadap NKRI ini adalah dengan kita disiplin atas kewajiban bayar pajak, ini pandangan saya," tuturnya.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menuturkan keuntungan atau manfaat yang bisa didapatkan masyarakat adalah informasi yang disampaikan dengan benar dapat menghindari sanksi.

"(Keuntungannya) informasi yang disampaikan benar sehingga terhindar dari sanksi. Jika tidak melapor atau melapor tidak benar itu masuk pelanggaran menurut UU," ujarnya kepada detikcom, Minggu (26/2/2023).

Ia menjabarkan bahwa saat ini Indonesia menganut tiga sistem pemungutan pajak, yaitu self-assessment, official assessment, dan withholding system. Dengan self-assessment, Wajib Pajak (WP) berperan aktif dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya, mulai dari perhitungan, pembayaran, hingga pelaporan, sementara petugas pajak berperan mengawasi. Contoh penerapan self-assessment adalah PPN dan PPh.

Lalu, dalam Official assessment system petugas pajak berwenang menghitung dan memungut besaran pajak terutang, sementara Wajib Pajak bersifat pasif, contohnya PBB.

Sementara itu, Withholding system yaitu besarnya pajak akan dihitung oleh pihak ketiga, bukan oleh Wajib Pajak atau petugas pajak. Contohnya pemotongan penghasilan pegawai oleh bendahara instansi. Pegawai tidak perlu lagi ke kantor pajak untuk membayar pajaknya. Jenis pajak dengan sistem ini meliputi PPh Pasal 21, 22, 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2), dan PPN.

Terkait self-assessment, kata Yustinus Prastowo, pemerintah ingin memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya secara mandiri. Hal ini juga dimaksudkan untuk mempermudah Wajib Pajak.

Sebab, Wajib Pajak juga dapat memiliki penghasilan dari pekerjaan lainnya, termasuk yang tidak bersumber dari pemberi kerja seperti bisnis online, usaha restoran, jasa, dan sebagainya.

"Dengan self assessment, Wajib Pajak diberikan kepercayaan (trust) untuk menyetorkan pajak dan melaporkannya. Segala perhitungan yang dilakukan oleh Wajib Pajak akan dianggap benar sampai dengan petugas pajak dapat menemukan dan membuktikan adanya kesalahan perhitungan," ungkapnya.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Senada, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menuturkan bahwa kegiatan lapor SPT Tahunan dilakukan untuk memenuhi wajib pajak.

"Untuk memenuhi kewajiban wajib pajak. Makanya kalau kita tak lapor SPT akan kena sanksi dari DJP. Ini bagian dari administrasi pajak karena kita menggunakan sistem self-assessment," paparnya kepada detikcom.

Menurutnya, lapor SPT dengan sistem self-assessment memiliki manfaat bagi pelapor. Hal itu karena dapat memberikan rasa keadilan bagi wajib pajak. Sebab, pelapor sendiri yang menentukan berapa jumlah pajak terutang sehingga tidak ada penyelewengan.

Sebagai informasi, apabila Wajib pajak yang telat hingga tak melapor SPT Tahunan bisa dikenakan sanksi administrasi atau denda. Aturannya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Dalam pasal 7 dijelaskan sanksi administrasi berupa denda dikenakan sebesar Rp 100.000 untuk wajib pajak orang pribadi dan Rp 1 juta untuk wajib pajak badan.

"Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tidak dilakukan terhadap wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia, tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, berstatus sebagai negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia, bentuk usaha tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia, wajib pajak lain yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan," bunyi pasal 7 ayat (2) aturan tersebut.

Selain itu, pengenaan sanksi pidana juga diatur dalam Pasal 39. Dalam pasal tersebut berbunyi, setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dikenakan sanksi pidana.

"Sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar," tulis aturan tersebut.

Pelaporan pajak semakin mudah karena dapat dilakukan secara daring melalui layanan elektronik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yaitu e-filing. Dengan begitu para wajib pajak tidak perlu ke kantor pajak.

Wajib pajak orang pribadi memiliki batas waktu sampai 31 Maret 2023 dan wajib pajak badan sampai 30 April 2023 untuk lapor SPT Tahunan. Pertama, wajib pajak dengan penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 60 juta per tahun harus menggunakan formulir SPT 1770 SS. Sedangkan wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp 60 juta per tahun mengisi formulir SPT 1770 S.


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads