Pengusaha Sebut Daging Sapi Brasil Lebih Murah, Tapi Kok Nggak Laku?

Pengusaha Sebut Daging Sapi Brasil Lebih Murah, Tapi Kok Nggak Laku?

Almadinah Putri Brilian - detikFinance
Jumat, 03 Mar 2023 17:33 WIB
Daging Sapi Impor asal Brasil
Foto: Almadinah Putri Brilian
Jakarta -

Pemerintah mengimpor daging sapi dari Brasil untuk menjaga stok ketersediaan daging menjelang bulan puasa dan Lebaran. Menurut Ketua Umum Jaringan Pemotong dan Pedagang Daging Indonesia (JAPPDI) Asnawi, pemerintah mengambil langkah tersebut karena harga daging sapi Brasil lebih murah jika dibandingkan daging sapi impor lainnya, misalnya Australia.

"Lebih murah Brasil ketimbang Australia. Makanya dominasi impor itu nggak di Australia, di Brasil," ujarnya kepada detikcom, Jumat (3/3/2023).

Menurutnya, dengan cara seperti ini mencegah terjadinya monopoli importasi daging sapi dari satu titik saja. Hal ini menjadikan pasar yang lebih sehat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Lagi-lagi ada disparitas harga, antara harga daging sapi Brasil dengan daging sapi Australia itu berbanding lurus, itu ada selisih nilai kisaran Rp 5-10 ribu per kg dari negara asalnya, sehingga itu berdampak secara ekonomis, ya sangat signifikan perbandingan harga itu. Sehingga pemerintah lebih memilih impor daging sapi itu ya bukan dari Australia," ungkapnya.

Jika dibandingkan dari segi kualitas, antara daging sapi Brasil dengan Australia, kata Asnawi tidak jauh berbeda. "Tidak jauh beda, kualitas tidak jauh beda," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Meski demikian, ternyata daging sapi impor Brasil kurang diminati di pasaran. Sebab, para pedagang menilai harga daging sapi Brasil mahal sehingga menyebabkan sepi peminat.

Seperti di Pasar Ciputat, Tangerang Selatan, Rizal, salah satu penjual daging sapi, mengaku biasanya menjual daging sapi impor asal Australia, India, dan New Zealand. Ia tidak pernah menjual daging sapi impor Brasil karena sepi peminat.

"Nggak pernah jual, harganya nggak masuk, peminatnya juga sedikit," kata penjual daging sapi di Pasar Ciputat, Rizal kepada detikcom

"Harganya (daging sapi impor Brasil) setiap bagian beda-beda. Kalau yang bagian paha belakang itu Rp 140.000/kg. Kalau bagian dagingnya dia tinggi (harganya), Rp 135.000-150.000/kg," tuturnya.

Sebagai informasi, harga daging sapi impor Brasil hampir sama dengan harga daging sapi lokal. Harga daging sapi lokal dibanderol Rp 135.000-140.000/kg.

Sementara di Pasar Jombang, Tangerang Selatan, ada salah satu penjual daging sapi yang menjual daging sapi impor asal Brasil. Harganya dibanderol Rp 100.000/kg khusus bagian daging untuk sop, sementara bagian paha belakang dibanderol Rp 130.000/kg.

Endang, salah satu penjual daging sapi impor Brasil mengatakan bahwa konsumen jarang membeli daging sapi impor.

"(Peminatnya) jarang, ini mah palingan orang-orang dagang. Kalau untuk dimakan sendiri lebih banyak yang minat daging sapi lokal," tuturnya kepada detikcom.

Saran ke Pemerintah

Terkait penyaluran impor daging sapi, Ketua Umum Jaringan Pemotong dan Pedagang Daging Indonesia (JAPPDI) Asnawi berharap penyaluran tersebut dapat dilakukan bagi semua lapisan pedagang.

"Saran kami dari JAPPDI berharap sekali kebijakan pemerataan penyaluran atau distribusi daging dari Perum Bulog itu dibuka, tanpa memandang dia pelaku menengah, besar, atau UMKM," katanya kepada detikcom.

Alasannya, harga daging yang diterima oleh konsumen bisa menjadi mahal karena mata rantai dalam penyaluran daging tersebut. Ia mencontohkan dengan harga daging kerbau.

Harga daging kerbau dipatok US$ 3,3 atau sekitar Rp 4.950/kg (kurs Rp 15.000), daging tersebut masuk ke Indonesia, lalu importir menjual ke perusahaan tertentu sebagai distributor dengan harga yang sudah menyentuh angka Rp 70.000/kg karena ada biaya impor dan lainnya.

Dari distributor tersebut, karena membeli dagingnya sudah mahal tentunya akan menghitung berapa persen keuntungan yang harus didapat dari pembelian tersebut. Setelah mempertimbangkan harga dan keuntungan, daging tersebut bisa saja dijual Rp 80.000/kg ke agen.

Dari agen tersebut juga akan menghitung keuntungan yang bisa didapat dari penjualan daging itu, sehingga daging tersebut dijual Rp 90.000/kg. Pedagang eceran, sudah menjadi tangan keempat untuk menjual daging tersebut kepada konsumen. Pedagang eceran tentunya juga ingin mendapat keuntungan, maka harga daging yang dibeli oleh konsumen di pedagang eceran juga sudah tinggi.

"Jadi jangan ujug-ujug 'wah pedagang memainkan harga', tidak. Pedagang juga belinya dari hulu sudah mahal masa harus menanggung rugi, kan tidak juga," jelasnya.

Menurutnya kepanjangan mata rantai distribusi inilah berdampak pada harga yang diterima konsumen menjadi mahal. Oleh karena itu, dia berharap ketika ada penugasan dari pemerintah ke Perum Bulog maupun RNI, daging tersebut dijual secara terbuka.

Misalnya pemerintah memperbolehkan membeli daging sebanyak 1 kontainer (28 ton), UMKM diperbolehkan untuk membeli secara rembukan atau memiliki kongsi.

"Ayo kita gabung, saya bisa beli 5 box (100 kg), Anda mau beli berapa misal 200 kg, gabung. Sehingga ketika penggabungan itu, mereka bersatu untuk membeli satu kontainer sesuai dengan kemampuan modal mereka, sehingga pada akumulasi akhirnya mereka sanggup untuk membeli 1 kontainer," paparnya.

Menurutnya, yang menjadi ujung tombak pedagang eceran adalah pedagang di pasar. Lebih lanjut, ia mengatakan apabila pemerintah memiliki program untuk menjual harga daging ke tangan konsumen dengan harga tertentu, seharusnya mereka bisa memutus mata rantai distribusi.

Dengan pemerataan seperti itu, menurutnya harga di pasar juga akan terkendali dan program pemerintah untuk menjual daging dengan harga tertentu dapat terwujud.

(eds/eds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads