Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan Kementerian Perindustrian terus mendorong agar Indonesia dapat memproduksi suku cadang sendiri. Namun sayangnya, langkah ini masih terbentur birokrasi yang menyulitkan sehingga impor tetap harus dilakukan.
"Tapi sampai saat ini masih banyak sparepart (lokal) yang masuk larangan terbatas. Sebagai contoh di Malaysia masuk larangan terbatasnya spareparts 15%. Sementara Indonesia masih 49%. Jadi kalau yang namanya baut 3 biji saja mesti impor," ujar Denon, dalam Rakor INACA di Jakarta Timur, Jumat (3/3/2013).
"Itu administrasi saja panjang. Kalau 1 pesawat kecil nggak apa-apa, tapi kalau 10-20 pesawat, akhirnya harus ada departemen yang urus birokrasi," sambungnya.
Akibat dari ketentuan ini, maskapai harus merogoh kocek lebih dalam untuk menangani persoalan administrasi lewat pembentukan departemen khusus birokrasi. Padahal, penggunaan suku cadang dalam negeri bisa memangkas anggaran impor.
Baca juga: Siap-siap Harga Tiket Pesawat Mau Naik! |
Ditambah lagi, anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan Euro saat ini turut berimbas terhadap harga komponen operasional yang diimpor, termasuk suku cadang. Adapun saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah melebihi nilai Rp 15.000/US$.
"Belanja operasional kita itu mata uang asing. Kalau 6 tahun lalu Rp 13.000/US$ sudah empot-empotan. Tapi sekarang ini dekat Rp 16.000/US$," kata Denon.
Oleh karena itu, menurutnya tak heran jika para pemain di industri penerbangan menghadapi sejumlah permasalahan dalam mengelola usahanya, apalagi demi mengejar minimum target traffic.
"Jadi menurut saya masuk akal semua pemain dapat permasalahan dalam mengelola usaha mereka, kejar minimum target traffic. Jangan sampai jadi industri yang tidak sehat sehingga yang kena konsumennya," imbuhnya.
Di sisi lain, menurutnya kebijakan larangan pembatasan sparepart ini terlahir karena baik pemerintah maupun para pelaku usaha belum berhasil mencari solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Oleh karena itu, Denon berharap ke depannya pihaknya bisa berdiskusi bersama para pemangku kepentingan dan memberikan masukan-masukan strategis.
"Kalau seluruh stakeholder bisa bersinergi, fokus bagaimana meningkatkan perekonomian Indonesia dengan fundamental kuat, tentu cita-cita 2045 Indonesia jadi penguasa dunia menjadi lebih masuk akal," pungkasnya.
(hns/hns)