Sebagai tambahan informasi, sebelumnya ramai diperbincangkan perkara ramainya pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang rangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN. Hal ini tercatat dalam laporan Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra).
Tim Advokasi dan Kampanye Seknas Fitra Gulfino Guevarrato mengatakan rangkap jabatan dilakukan oleh pejabat Kemenkeu eselon I dan II, atau mulai dari wakil menteri hingga kepala biro di institusi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pantauan Seknas Fitra setidaknya 39 pegawai Kemenkeu dari eselon I dan II yang merangkap jabatan, mayoritas menjadi Komisaris di BUMN dan anak perusahaan BUMN," kata Fino dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (6/3).
Adanya fokus kerja yang bercabang akibat pejabatnya rangkap jabatan dikhawatirkan akan berdampak pada kinerja BUMN yang diawasi termasuk Kemenkeu. Pasalnya instansi pengelola keuangan di Indonesia itu memiliki peran penting dan vital.
Tidak lama berselanf, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo turut buka suara menyangkut perihal tersebut. Yustinus mengatakan, adanya pejabat Kemenkeu yang rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN bukan saat ini saja.
Menurutnya, pejabat Kemenkeu yang mengisi kursi komisaris BUMN merupakan amanat Undang-undang tentang Keuangan Negara dan Undang-undang tentang BUMN. Dari sisi bendahara negara, keberadaan para pejabat ini dalam rangka pengawasan.
"Kalau di kami bendahara negara adalah salah satu ultimate shareholders pemegang saham utama karena memegang otoritas fiskal maka menempatkan perwakilan di sana, menugaskan para pejabatnya untuk menjadi komisaris dalam rangka pengawasan, karena di situ ada tanggung jawab," kata Yustinus di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2023).
Dia mengatakan, para pejabat tersebut ditempatkan di BUMN juga supaya koordinasinya lebih mudah.
"Kenapa kok pejabat? Karena di dalam dirinya melekat tanggung jawab dan supaya koordinasinya lebih mudah secara hierarki karena dia punya jabatan sehingga bisa menjalankan sesuai portofolionya. Kalau ada masalah langsung dilaporkan, mengundang rapat, dan sebagainya, itu bisa, bahkan mengubah kebijakan," paparnya
(hns/hns)