Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh menyatakan menolak keras aturan Menteri Ketenagakerjaan yang memperbolehkan perusahaan industri padat karya berorientasi ekspor memangkas upah pekerja maksimal 25%. Penolakan ini mengacu pada 4 alasan.
Hal ini disampaikan oleh Presiden Partai Buruh Said Iqbal. Ia mengatakan, tidak pernah ada dalam sejarah Indonesia upah pekerja dipotong.
"Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh berpendapat menolak keras keluarnya Permenaker 3/2023 tersebut dan akan melakukan perlawanan," kata Said Iqbal, dalam konferensi pers lewat saluran Zoom Meeting, Sabtu (18/3/2023).
"Baru kali pertama seorang Menteri Ketenagakerjaan melakukan pemotongan (upah) tanpa dasar hukum. Oleh karena itu Permenaker ini tidak sah karena tidak ada dasar hukumnya hingga 25%, angka yang sangat besar," lanjutnya.
Said pun membeberkan 4 alasan penolakan terhadap Permenaker. Pertama, buruh menilai keputusan tersebut bertentangan dengan aturan perundang-undangan mumai dari Perppu No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang No. 13 tahun 2003.
"Menaker telah melawan presiden. Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh berkeyakinan, Menaker tidak berkonsultasi dengan presiden kala mengeluarkan Permenaker. Mengapa? Karena ini, meski kita menolak Perppu Cipta Kerja, presiden telah menandatangani Perppu. Di sana jelas pasal upah minimum dikatakan tidak boleh pengusaha membayar upah buruh di bawah upah minimum," terangnya.
Kedua, Said mengatakan, pemotongan tersebut akan berimbas ke penurunan daya beli masyarakat. Apabila daya beli masyarakat berkurang, maka industri lainnya juga akan terkena dampaknya. Dengan demikian, implementasinya justru akan mendatangkan masalah baru.
"Dan kalau daya beli turun, apakah buruh akan dapat membeli barang-barang yang diproduksi pengusaha? Kan tidak. Menyelamatkan segelintir, sekecil perusahaan, tapi menghantam perusahaan yang ada karena daya beli menurun. Logikanya nggak ada ini di dunia manapun," ucapnya.
"Saya diskusi dengan beberapa kawan dari Perancis, Belanda, dan Belgia, mereka tertawa keras setelah saya jelaskan Indonesia menghadapi situasi kesulitan perusahaan orientasi ekspor terutama padat karya dengan cara memotong upah. Mereka tertawa terbahak-bahak. Ya kalau begitu dia bilang double dong kerugiannya," lanjut Said.
Ketiga, Said menekankan kalau implementasi Permenaker ini akan menimbulkan diskriminasi upah. Menurutnya hal itu dilarang dan melanggar Undang-Undang Perburuhan dan Konvensi ILO No. 133 tentang upah minimum.
"Jenis industri katakanlah, pabrik tekstil orientasi ekspor dan domestik. Masa diskriminasi? Jam kerja sama, wilayah kerja sama, kok ada diskriminasi upah, tak boleh. Itu dilarang secara hukum nasional dan internasional. Kalau dipotong 25%, saya tanya, perusahaan tetap untung tidak? Pasti untung, karena yang orientasi ekspor itu bukan hanya menghitung total produksi," kata Said.