Partai Buruh dan Organisasi Serikat menolak keras Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) soal perusahaan industri padat karya berorientasi ekspor bisa potong gaji karyawan hingga 25%.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, pihaknya menolak keras Permenaker 5/2023 itu. Pasalnya, menurutnya aturan yang terkandung di dalamnya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
"Parti Buruh dan Organisasi Serikat Buruh berpendapat menolak keras keluarnya Permenaker 3/2023 tersebut dan akan melakukan perlawanan," kata Said Iqbal, dalam konferensi pers lewat saluran Zoom Meeting, Sabtu (18/3/2023).
Selanjutnya pihak buruh akan melaksanakan sejumlah langkah. Pertama, akan melakukan upaya perlawanan hukum lewat gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Minggu depan Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh akan mengajukan ke PTUN untuk membatalkan Permenaker," ujarnya.
Langkah hukum tak berhenti sampai di situ, pihaknya juga akan melakukan judicial review ke Mahkamah Agung. Hal ini dilakukan lantaran menurutnya Permenaker ini bertentangan dengan Perppu No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
"Akan kita judicial review untuk dibatalkan karena bertentangan dengan Perppu 2/2022 dan UU 13/2003. Kan JR ke Mahkamah Agung itu uji keputusan Menteri dengan UU yang berlaku. Kami pasti menang, yakin," katanya.
Kedua, kampanye lewat berbagai saluran, baik nasional maupun internasional. Ketiga, menggelar demonstrasi pada 21 Maret di kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
"Partai buruh dan organisasi buruh akan lakukan aksi Selasa 21 Maret di Kantor Kemnaker. Ribuan buruh turun sebagai aksi awal, dari daerah Jabodetabek. Dan di daerah industri lainnya juga diarahkan bergerak ke Kantor Gubernur masing-masing," kata Said.
Adapaun tuntutan yang dilayangkan oleh buruh dalam aksi demo kali ini ialah dalam meminta diturunkannya aturan tersebut. Menurutnya, tidak pernah ada dalam sejarah RI bahwa upah pekerja dipotong. Oleh karena itu, pihaknya menyatakan sikap menolak keras.
"Baru kali pertama seorang Menteri Ketenagakerjaan melakukan pemotongan (upah) tanpa dasar hukum. Oleh karena itu Permenaker ini tidak sah karena tidak ada dasar hukumnya hingga 25%, angka yang sangat besar," imbuhnya.