Kenapa Zona Tangkap Ikan Harus Diatur? Trenggono: Biar Adil

Kenapa Zona Tangkap Ikan Harus Diatur? Trenggono: Biar Adil

Aulia Damayanti - detikFinance
Rabu, 29 Mar 2023 13:31 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono di Sleman, DIY, Senin (27/2/2023).
Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJateng

Trenggono juga pernah menyampaikan bahwa bahwa zonasi tersebut akan meringankan biaya operasional bagi pelaku usaha. Ia mencontohkan jika pelaku usaha melakukan aktivitas penangkapan ikan di Zona 3 , misalnya Merauke, maka seluruh aktivitas mulai dari penyiapan perbekalan, penangkapan ikan sampai dengan bongkar ikan hasil tangkapan di Zona yang sama.

"Coba, costnya kan tinggi. Dari Tegal menuju Merauke, dia balik lagi ke Tegal, itu costnya berapa? Di jalan aja udah berapa, tapi kalau dia nangkepnya di Merauke, berangkatnya dari Merauke, kembali ke Merauke, kan lebih efisien. Itu salah satu," ucapnya, saat ditemui di Budidaya Udang Berbasis Kawasan Kebumen, 8 Maret 2023 lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keuntungan untuk nelayan kecil, tentunya penangkapan ikan di wilayah tersebut tidak terganggu. Ada banyak kesempatan nelayan kecil untuk meningkatkan perekonomiannya dengan diaturnya zonasi dan kuota penangkapan ikan terukur.

"Karena nelayan kecil ini tidak dikenakan PNBP sama sekali. Kuota untuk nelayan kecil itu tidak dikenakan apa apa," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Trenggono menjelaskan bagaimana perbedaan pengusaha penangkapan ikan dan nelayan. Jika nelayan kecil, secara umum hanya memiliki satu kapal berukuran satu sampai 2 GT, bahkan jika ada kapal sebesar 5 GT dimiliki lebih dari satu nelayan.

"Kadang-kadang 5 GT saja nggak dimiliki oleh seorang dia aja, dimiliki lima sampai enam orang yang sendiri-sendiri itu di bawah 5 GT. Ini yang diidentifikasi setiap daerah penangkapan itu ada berapa," jelasnya.

Sedangkan pengusaha penangkapan ikan, ia dipastikan memiliki kapal di atas 5 GT dan jumlahnya tidak hanya satu. Kemudian, dia juga tidak bekerja sendiri tetapi mempekerjakan orang lain sebagai anak buah kapal (ABK).

"Jadi sekarang ini saatnya dengan berlakunya PP 11 itu sebetulnya meng-clusterkan yang pengusaha betul-betul maka dia korporasi. Ini tidak bisa disebut nelayan," pungkasnya.


(ada/dna)

Hide Ads