Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) telah resmi membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 pada Rabu (29/3) kemarin. RI bakal kehilangan apa dari sisi ekonomi?
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai dampak ekonomi yang ditimbulkan dari batalnya perhelatan event internasional tersebut relatif kecil bagi Indonesia. Sebab, acara tersebut merupakan satu cabang olahraga saja.
"Kecuali Asian Games yang dibangun infrastruktur banyak sekali di daerah baru, itu baru besar (dampaknya). Kalau ini kan menggunakan fasilitas infrastruktur yang sudah ada, mau di Bali, di Jakarta, di Solo, dan sebagainya, menurut saya nggak terlalu besar (dampaknya)," tuturnya kepada detikcom, Kamis (30/3/2023).
Ia pun menyebutkan beberapa kemungkinan sumber kerugian yang ditimbulkan, mulai dari tiket penonton, hotel, restoran, hingga infrastruktur.
"Kalau tiket-tiket dan sebagainya, ya menurut saya nggak terlalu besar dibandingkan dampak sebuah event yang multi atau kompleks cabangnya," paparnya.
Senada, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai tidak banyak dampak ekonomi yang ditimbulkan dari batalnya perhelatan tersebut.
"Sebenarnya dampaknya nggak banyak. Event ini kelasnya bukan kelas yang luar biasa yang membuat kita... misalnya seperti kita Asian Games kemarin atau kita melakukan event terkait dengan IMF dan World Bank," tuturnya kepada detikcom.
"Ini eventnya relatif kecil sebenarnya, tapi dari sisi persepakbolaan, event ini memang mengandung makna yang besar, bisa memunculkan harapan baru, semangat baru di dalam membangun persepakbolaan kita," tambahnya.
Seandainya RI Tetap jadi Tuan Rumah Pildun U-20 2023, Bagaimana Dampaknya?
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad, apabila Indonesia tetap menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, terdapat beberapa risiko yang dipikul. Salah satunya kemungkinan potensi aksi dari masyarakat terkait keikutsertaan Israel dalam perhelatan tersebut.
"Mungkin malah demo nanti khawatirnya malah mengganggu jalannya pertandingan. Mungkin fisik tidak, tapi kan jadinya efek psikologis," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan bahwa apabila Indonesia tetap menjadi tuan rumah selain bisa menambah pendapatan, juga bisa terjadi hal-hal negatif, misalnya kerusuhan.
"Kalau seandainya kita menjadi tuan rumah, ada potential gain, tapi sebenarnya dibalik potential gain itu ada risiko terjadinya kerusuhan, terjadinya hal-hal negatif, itu kan ada dan kalau itu terjadi kita tidak mendapatkan gain, tetapi mendapatkan loss," ujarnya.
Menurut Piter, salah satu hal yang disayangkan dari batalnya perhelatan ini adalah momentum untuk dapat membenahi persepakbolaan Indonesia. Namun demikian, ia mengajak masyarakat untuk melihat sisi positifnya.
"Mari kita melihatnya dengan positif saja daripada kita menghabiskan waktu untuk saling menyesali dan menyalahkan, mari kita ambil hikmah dari kejadian ini," kata Piter.
"Dari sisi ekonomi kita sebenarnya tidak terlalu rugi-rugi amatlah. Yang kedua yang bisa kita ambil positifnya, soal membangun momentum persepakbolaan, ya walaupun kita kehilangan momentum, kita bisa mencari momentum lain untuk membangun persepakbolaan kita," tutupnya.
Lihat Video: RI Batal Jadi Host Pildun U-20, Komisi X: Kita Sudah Keluar Banyak Biaya
(das/das)