Saat dilakukan pengecekan oleh Kemenkeu, Inspektorat Jenderal Kemenkeu mengatakan laporan transaksi janggal Rp 189 triliun tidak ada. Hingga akhirnya PPTAK menyerahkan bukti laporan tersebut.
"Bahwa kasus penyelundupan emas itu yang pelanggaran bea cukai itu 2017 ditutup, sehingga kami kirim lagi surat itu. Lalu bilang enggak ada di depan Wamenkeu. 'Loh ini ada' baru dicari ketemu itu yang dipakai dasar menjelaskan oleh bu Menkeu," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat awal rapat, Mahfud juga sudah menjelaskan asal muasal adanya transaksi janggal terkait bea cukai Rp 189 triliun. Ia transaksi itu bukan soal penjualan emas batangan, tetapi penyelundupan impor emas batangan. Katanya, dugaan pencucian uang itu berkaitan dengan data Bea dan Cukai, bukan Pajak.
"Keterangan terakhir Bu Sri Mulyani di Komisi XI jauh dari fakta, karena bukan dia nipu. Dia diberi data itu, data pajak, padahal itu data bea cukai. Tadi itu penyelundupan emas itu. Nggak tahu siapa yang bohong. Tetapi itu faktanya," jelasnya.
Mahfud mengungkap bahwa laporan itu sudah disampaikan PPATK sejak 2017, tetapi tak sampai ke Sri Mulyani. Padahal laporan transaksi mencurigakan itu disampaikan kepada Dirjen Bea dan Cukai, Irjen Kemenkeu, dan dua orang lainnya yang tidak disebutkan oleh Mahfud.
"'Nih serahkan' kenapa nggak pakai surat? Karena ini sensitif, masalah besar. Dua tahun nggak muncul 2020. Dikirim lagi, nggak sampai juga ke Sri mulyani jadi bertanya saat kami kasih tahu itu. Dan dijelaskan yang salah," tutupnya.
(ada/dna)