Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan komitmennya dalam mendukung transisi energi terbarukan di kawasan ASEAN. Diketahui, transisi energi terbarukan menjadi salah satu isu penting yang menjadi pembahasan utama dalam ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance (ATSF) Version 2.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan komitmen yang dilakukan pihaknya adalah dengan mendorong pelaksanaan transisi energi terbarukan secara bertahap di ASEAN. Khususnya adalah penghentian secara bertahap pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
"OJK senantiasa aktif menyampaikan pentingnya untuk terus mendukung transisi energi secara bertahap, khususnya penghentian secara bertahap pembangkit listrik tenaga uap batu bara (coal phase-out) dan secara bersamaan memastikan pertumbuhan sosial dan ekonomi ASEAN tidak dikesampingkan. OJK dan Kementerian Keuangan telah melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait dalam menyampaikan pandangan Indonesia dalam setiap pertemuan ASEAN Taxonomy Board" kata Mahendra dalam keterangan tertulis, Jumat (31/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini disampaikan Mahendra ketika melakukan pembahasan mengenai transisi kegiatan ekonomi dan instrumen keuangan yang berkelanjutan di Kawasan ASEAN bersama Menteri Keuangan di ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governers (AFMGM) di Bali, hari ini.
Lebih lanjut Mahendra menyampaikan upaya yang telah dilakukan pihaknya selama ini telah mendapat dukungan dari lembaga jasa keuangan baik nasional maupun asing. Dukungan tersebut berupa kesediaan dan kesiapan untuk mendukung pendanaan program penghentian secara bertahap proyek dengan bahan bakar fosil.
Ia pun mengundang negara anggota ASEAN untuk mendukung ATSF Versi 2 dengan menjadikannya sebagai rujukan dalam pengembangan Taksonomi Nasional. Pasalnya, hal tersebut dapat menarik berbagai investasi dari dalam dan luar negeri serta dapat mendukung pembangunan berkelanjutan di ASEAN.
Mahendra menambahkan Indonesia dan ASEAN harus dapat menjadi contoh dalam penerjemahan komitmen keuangan berkelanjutan menjadi aksi, proyek dan benefit yang nyata bagi aspek sosial, lingkungan dan bisnis.
Komitmen Indonesia dalam mewujudkan keuangan yang berkelanjutan bersama negara anggota ASEAN lainnya pun sudah dimulai sejak dibentuknya ASEAN Taxonomy Board (ATB) pada Maret 2021 dan diterbitkannya ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance Versi 1 (ATSF v1) pada November 2021 dalam rangkaian COP 26.
Diketahui, ATSF merupakan pedoman yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan aktivitas ekonomi dan proyek-proyek berkelanjutan. Taksonomi ini ditujukan untuk fasilitasi transisi dengan mempertimbangkan keragaman dalam pembangunan ekonomi, sektor keuangan, dan infrastruktur di berbagai ASEAN Member States.
Klik halaman selanjutnya >>>
ATSF sendiri telah diperbaharui dan diterbitkan pada 27 Maret 2021 dengan berfokus pada sektor energi, dari 6 fokus sektor lainnya pada ATSF. Pembaharuan ini menunjukkan komitmen ASEAN dalam mewujudkan ekonomi rendah karbon.
Dengan fokus pada Sektor Energi, ekonomi regional dan global dapat melihat bagaimana ATSF menarik investasi berkelanjutan, dan bagaimana taksonomi ASEAN yang dikembangkan untuk membiayai transisi merupakan salah satu arah kebijakan menuju transisi bertahap dari bahan bakar fosil menuju sumber energi terbarukan.
Keketuaan Indonesia dalam ASEAN yang mengusung tema 'ASEAN Matters: Epicentrum of Growth' dinilai menjadi peluang Indonesia untuk menciptakan panduan pembangunan ekonomi berkelanjutan di level global. ASEAN juga telah terbukti sebagai kawasan yang stabil dan tangguh yang dapat menunjukkan kemajuan dalam integrasi keuangan. Taksonomi ASEAN adalah contoh nyata bagaimana anggota ASEAN memastikan kawasan ini tetap menarik bagi investor.
Sebagai informasi ada tiga isu penting dan relevan yang menjadi pembahasan utama dalam Taksonomi ASEAN Versi 2. Adapun tiga isu tersebut adalah mekanisme transisi energi terbarukan yang menjadi roda pertumbuhan ekonomi ke depan; dukungan pembiayaan transisi berkelanjutan yang bermanfaat bagi seluruh negara anggota ASEAN; dan prinsip adil dan terjangkau yang wajib mendasari mekanisme transisi energi hijau.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyampaikan Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN berkomitmen untuk mengurangi emisi CO2. Pemerintah Indonesia juga sudah memperkuat Nationally Determined Contribution (NDC) dari 29% menjadi 31,8% jika menggunakan sumber pendanaan domestik.
"Dengan upaya dan dukungan global, Indonesia mampu meningkatkan pengurangan CO2 dari 41% menjadi 43,2%. Dalam melaksanakan NDC ini, salah satu aspek yang paling penting adalah transisi energi. Saya mengapresiasi Bapak Mahendra dan jajaran Otoritas Jasa Keuangan yang memberikan kerangka mengenai bagaimana taksonomi Indonesia untuk mobilisasi berbagai pendanaan dari sektor swasta, terutama untuk pendanaan berkelanjutan dan juga untuk mekanisme transisi energi," pungkasnya.
(ncm/ega)