Kementerian Perdagangan telah melakukan pertemuan dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) hari ini. Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengungkapkan dari hasil pertemuan itu, pihaknya masih berharap utang pemerintah soal selisih harga pada program minyak goreng satu harga 2022 Rp 344 miliar tetap dibayarkan.
"Kita berharap 2 sampai 3 bulan (utang dibayarkan lunas) sebelum pesta demokrasi, pemilihan pemimpin kita berikutnya. Jadi kita berharap sebelum masuk masa itu sudah selesai. Ada kepastian 2-3 bulan ada kepastian dibayarkan (pasti)," jelasnya di usai melakukan pertemuan dengan Kementerian Perdagangan, Kamis (4/5/2023).
Pihaknya mengancam, jika utang itu tidak dibayar dalam tenggat waktu dua sampai tiga bulan, peritel akan menyetop pembelian minyak goreng dari produsen. Imbasnya, minyak goreng akan perlahan-lahan langka di ritel seluruh Indonesia.
"Kami akan mengurangi hingga menghentikan pembelian (minyak goreng ke produsen). Bukan mengurangi penjualan ya atau menghentikan penjualan. Kalau menghentikan penjualan barang ada, namanya nimbum. Tetapi kalau nggak ada karena kita nggak beli, bukan nimbun. Karena kita lagi protes nih. Kalau barang ada kita nggak jualin nanti KPPU masuk dianggap menimbun," jelasnya.
Opsi lain yang akan dilakukan peritel jika utang tak dibayar ialah dengan tidak membayar full kewajiban membayar pembelian minyak goreng ke produsen.
"Kalau potong tagihan, jadi begitu barang udah masuk stok kita, kan kita jualin, kita dapat uangnya dong ke konsumen. Dinamakan potong tagihan, uang itu kita tidak bayarkan. Kita potong, mungkin potongnya gak sekaligus ya. Potongnya bertahap," lanjutnya.
Kemudian, opsi terakhir yang akan dilakukan peritel jika utang Rp 344 tak kunjung dibayarkan dengan menempuh jalur hukum. Roy mengungkap akan mempertimbangkan untuk menuntut ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN).
"Tetapi itu opsi terakhir sekali, karena tadinya kami pengusaha berpikir berdagang jadi memikirkan hukum," tuturnya.
Roy menjelaskan, utang pemerintah yang harus dibayarkan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp 344 miliar. Angka itu merupakan penjualan minyak goreng sekitar 40 juta liter pada 19 sampai 31 Januari 2022.
Dia menjelaskan program minyak satu harga sendiri dilakukan dalam rangka kepatuhan kalangan usaha pada Permendag nomor 3 tahun 2022. Kala itu semua pengusaha diminta menjual minyak goreng seharga Rp 14.000 per liter, sementara itu harga minyak goreng di pasaran kala itu berkisar di Rp 17.000-20.000 per liter. Nah selisih harga atau rafaksi itu dalam Permendag 3 disebut akan dibayarkan pemerintah.
Sebagai informasi, pertemuan tersebut ditemui dari Kementerian Perdagangan yakni Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim, Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag), Kasan dan Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Bambang Wisnubroto.
(ada/zlf)