Utang pemerintah terdiri atas dua jenis yakni berbentuk surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritas utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yakni 89,02% dan sisanya pinjaman 10,98%.
Secara rinci, jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN sebesar Rp 7.013,58 triliun. Terdiri dari SBN dalam bentuk domestik sebesar Rp 5.658,77 triliun yang berasal dari Surat Utang Negara Rp 4.600,97 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 1.057,80 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN valuta asing hingga Maret 2023 sebesar Rp 1.354,81 triliun, terdiri dari Surat Utang Negara Rp 1.056,40 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp 298,42 triliun.
Lalu jumlah utang pemerintah dalam bentuk pinjaman sebesar Rp 865,48 triliun. Jumlah itu terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 21,31 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 844,17 triliun.
Secara rinci, pinjaman luar negeri yang sebesar Rp 844,17 triliun terdiri dari bilateral sebesar Rp 264,69 triliun, multilateral sebesar Rp 527,13 triliun, dan commercial banks sebesar Rp 52,35 triliun.
"Pemerintah melakukan pengelolaan utang secara baik dengan risiko yang terkendali, antara lain melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo," tuturnya.
Berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (rupiah) yaitu sebesar 72,09%. Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) disebut berkontribusi menurunkan jumlah utang pemerintah yang beredar per akhir Maret 2023.
"Per akhir Maret 2023 profil jatuh tempo utang Indonesia terbilang cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di kisaran 8 tahun," ucapnya.
(aid/ara)