Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkap utang pemerintah terhadap pengusaha ritel dan produsen minyak goreng mencapai Rp 1,1 triliun. Utang itu berkaitan dengan program selisih harga minyak goreng Rp 14.000/liter (rafaksi) pada 2022 lalu.
Utang pemerintah ini nantinya akan dibayarkan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Adapun rincian utang pemerintah kepada pengusaha ritel sebesar Rp 344.355.425.760. Sementara utang kepada produsen minyak goreng, diperkirakan Rp 700 miliar.
"Untuk produsen minyak goreng dan distributor diperkirakan kerugiannya mencapai Rp 700 miliar sehingga kemudian untuk ritel mencapai Rp 334 miliar. Jadi total tagihan rafaksi pada bulan Januari 2022 itu mencapai Rp 1,1 triliun," ungkap Direktur Ekonomi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Mulyawan Ranamanggala dalam konferensi pers virtual, Rabu (10/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tingginya pembayaran selisih harga kepada pelaku usaha karena harga minyak goreng pada awal 2022 naik cukup tinggi. Mulyawan menerangkan, harga minyak goreng pada Januari 2022 lalu mencapai lebih dari Rp 20.000 per liter. Untuk itulah pemerintah mengeluarkan Permendag nomor 3 tahun 2022.
"Memang dalam analisis kami bahwa harga Rp 14.000 itu pada awalnya merupakan harga yang disubsidi oleh pemerintah, yaitu dengan mempertimbangkan adanya selisih harga acuan keekonomian (HAK) dengan harga eceran tertinggi (HET). HAK sendiri itu ditetapkan nilainya Rp 17.260. Jadi ini cukup signifikan juga karena selisihnya hampir Rp 3.000," lanjutnya.
Mulyawan menganalisis bahwa pelaku usaha telah mengalami dua kali kerugian pada awal 2022 itu. Pertama, kerugian harga keekonomian minyak goreng, yaitu dari Rp 20.000 di pasaran menjadi Rp 17.260.
Kerugian kedua, imbas pemerintah menetapkan minyak goreng di tingkat konsumen dijual dengan HET Rp 14.000, sehingga ada selisih lagi sebesar Rp 3.260 dari HAK. Nah selisih inilah yang seharusnya dibayarkan oleh pemerintah.
"Sehingga kami menilai bahwa di sini terdapat 2 kali kerugian yang diterima pelaku usaha. Dan pelaku usaha, kami menilai sudah sesuai dengan koridor peraturan bahwa mereka meminta haknya ini agar nilai rafaksi diganti sesuai dengan Permendag 3 tahun 2022 melalui BPDPKS," ungkapnya.
Untuk penyelesaian utang tersebut, KPPU merekomendasikan Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuat aturan atau Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang baru untuk menindaklanjuti utang Rp 344 miliar kepada ritel.
"Kami menyarankan kepada pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan untuk mengeluarkan regulasi yang mengatur pembayaran atau pelaksanaan pembayaran utang rafaksi tadi yang sudah diverifikasi pada Oktober 2022," pungkasnya.
(ada/zlf)