PT Midi Utama Indonesia Tbk (Alfamidi) buka suara soal belum dibayarnya selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 sebesar Rp 344 miliar. Program minyak satu harga tersebut, dilakukan dalam rangka kepatuhan kalangan pengusaha pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022.
Saat itu, semua pengusaha diminta menjual minyak goreng seharga Rp 14.000/liter, sementara harga minyak di pasaran berkisar Rp 17.000-20.000 per liter. Selisih itulah yang harus dibayarkan oleh pemerintah.
"Kita semua jual sesuai dengan aturan pemerintah pada saat itu. Jadi tidak ada yang membedakan toko a toko b, tidak ada. Jadi kita semua ngikutin aturan pemerintah kita jual dengan one price Rp 14 ribu sekian," papar Direktur Operasional Alfamidi Heru Sarwono di Tower Alfa, Tangerang, Banten, Rabu (17/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di semua Alfamidi. Saat itu ada 2.000-an, 2.000 sekian (gerai)," lanjutnya.
Walaupun saat itu keberadaan minyak goreng cukup sulit, Heru mengaku pihaknya selalu menjual jika ada stok. Ia mengatakan, sempat ada stop suplai dari distributor. Namun demikian, pihaknya selalu memenuhi permintaan jika stok ada.
Terkait dengan adanya wacana setop beli minyak goreng, Heru mengatakan pihaknya akan mengikuti apa yang akan dilakukan oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
"Kebetulan belum ada surat resmi, dan kita masih mengacu dengan arahan dari Aprindo, kita masuk di Aprindo. Jadi, nanti kalau Aprindo sudah ada surat resmi dari pemerintah dan ada resmi ke persewaan alfamidi, kita akan ikutin apa yang memang sudah diperintahkan," ujarnya.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Aprindo Solihin mengatakan, pihaknya masih terus memperjuangkan untuk mendapatkan pembayaran selisih tersebut oleh pemerintah. Ia mengatakan, selisih yang seharusnya dibayarkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini ke pemasok atau produsen, bukan peritel.
"Aprindo berusaha terus memperjuangkan janjinya atau statement dengan Menteri sebelumnya bahwa pada waktu tertentu, di hari yang ditentukan, harus menjual minyak goreng dengan HET Rp 14.000/liter, di mana saat itu peritel, termasuk Alfamart di sini, ada stok minyak goreng yang belinya lebih dari pada harga jualnya sehingga ada selisih. Di selisih itu yang dijanjikan dibayar, itu yang disebut rafaksi dengan menggunakan dana BPDPKS," ujarnya kepada wartawan.
"Tetapi itu dibayarnya bukan ke ritel. Jangan salah lho ya, kepada pemasok (dibayarnya). Bukan ke ritel. Kita klaimnya ke pemasok, nah pemasok bilang 'ya gimana saya mau bayar orang saya belum dibayar'. Jadi bukannya kita yang klaim ke Kementerian Perdagangan yang akan dibayarkan BPDPKS, tetapi kepada produsen," jelasnya.
Solihin, yang juga menjabat sebagai Corporate Affairs Director PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart), mengatakan utang pemerintah kepada Alfamart mencapai puluhan miliar rupiah.
Ia mengatakan, pada saat itu, ritel yang menjual minyak goreng dengan harga Rp 14.000 selalu kekurangan barang. Sebab, barangnya langsung 'diserbu' oleh ibu-ibu.