Pakar Bisnis dan Persaingan Usaha dari Universitas Indonesia Tjahjanto Budisatrio menyoroti soal praktik bisnis air dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang yang kental dengan persaingan tidak sehat dan monopoli.
Ia menjelaskan saat konsumen pertama membeli AMDK galon guna ulang, ada transaksi yang tidak bisa ditarik kembali dan galon yang sama tidak bisa ditukar dengan galon merek lain. Hal ini membuat konsumen diikat hanya pada satu galon dengan transaksi antara Rp 19.000 atau Rp 20.000 setiap penukaran kembali.
Sedangkan transaksi pembelian galon AMDK pertama kali yang dihargai sekitar Rp 30.000 atau Rp 40.000, tidak bisa ditarik kembali. Adapun transaksi ini tidak memiliki akad jual beli dan tidak ada informasi apapun ke konsumen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dikalkulasi secara matematis, produsen AMDK galon guna ulang bisa memperoleh banyak keuntungan dari puluhan juta galon yang terjual selama beberapa dekade beroperasi di Indonesia.
"Praktik non-refundable (non-tukar kembali) dalam bisnis AMDK galon bekas pakai sudah begitu umum di Indonesia, sehingga konsumen seringkali tidak sadar bahwa model penjualan seperti ini masuk ke dalam kategori vendor lock-in," kata Budisatrio dalam keterangan tertulis, Kamis (25/5/2023).
Hal ini disampaikannya dalam diskusi terbatas dengan FMCG Insights pada Maret lalu.
"Pertama, konsumen sudah terkunci. Kedua, si produsen mendominasi pasar, sehingga menghalangi pesaing lain masuk. Model penjualan ini telah menciptakan barrier to entry, yang merupakan salah satu pelanggaran terhadap Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," tambahnya.
Lebih lanjut, Budisatrio menjelaskan konsumen yang terkunci ke satu merek akan enggan beralih ke galon merek lain karena harus mengeluarkan biaya cukup besar (switching cost). Untuk itu, dalam bisnis tersebut, monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang perlu dibuat transparan agar semua melek informasi dan praktik bisnis yang benar dapat ditegakkan.
Penggunaan Galon Sekali Pakai
Budisatrio mengungkapkan ada beberapa model bisnis alternatif yang sudah diterapkan di luar negeri, seperti di Australia dan Amerika Serikat. Mereka menggunakan galon sekali pakai yang dapat dihancurkan atau galon guna ulang yang dapat diisi dengan air dari produsen mana saja (model tukar-kembali universal) atau modifikasinya yang berupa sistem pengembalian deposit.
"Salah satu sistem tersebut bisa diterapkan di Indonesia sebagai model bisnis alternatif dari model penjualan non-refundable yang selama ini dominan terjadi. Khusus dalam sistem tukar-kembali universal, konsumen bisa menukarkan galon merek tertentu dengan galon merek lain (atau mengisi galon dengan air dari produsen lain) tanpa biaya tambahan, sehingga tidak terjadi apa yang disebut 'vendor lock-in' dan membuat persaingan usaha menjadi sehat," ucap Budisatrio.
"Kita membeli produk satu merek tetapi bisa ditukar galonnya dengan merek lain atau diisi galonnya dengan air dari produsen lain. Konsumen tidak dibebani biaya tambahan (switching cost). Jadi, tidak ada vendor lock-in," sambungnya.
Seperti diketahui, praktik yang dituding sebagai persaingan usaha tidak sehat dan praktik monopoli dalam bisnis AMDK bukan merupakan hal baru. Pada 2019, Mahkamah Agung (MA) menghukum produsen AMDK yang berinduk di Prancis sebesar Rp 13,8 miliar karena terbukti melakukan praktik monopoli usaha. Tak hanya itu, PT BAP selaku distributor AMDK juga ikut didenda sebesar Rp 6,2 miliar.
Baca halaman berikutnya soal kasus ini berawal dari...
Pada 19 Desember 2017, KPPU memutuskan perusahaan ini melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
KPPU pun memutuskan produsen AMDK itu sebagai Terlapor I denda sebesar Rp 13,8 miliar dan Terlapor II denda sebesar Rp 6,2 miliar.
Dalam pertimbangannya, KPPU menyatakan tindakan anti persaingan itu terjadi pada tahun 2016. Yaitu di wilayah jangkauan distribusi satu pemasaran Terlapor II dalam pemasaran produk yang meliputi Cikampek, Cikarang, Bekasi, Babelan, Pulo Gadung, Sunter, Prumpung, Kiwi, Lemah Abang, Rawa Girang, Cibubur, dan Cimanggis.
KPPU menilai pasar bersangkutan dalam perkara adalah produk AMDK di wilayah distribusi atau pemasaran Terlapor II pada 2016. Adapun bentuk tindakan antipersaingan yang terjadi karena adanya degradasi kepada subdistributor karena menjual produk merek lain yang dianggap sebagai kompetitor.
Selanjutnya, banding perusahaan AMDK tersebut diterima oleh PN Jaksel. Tetapi pada tingkat kasasi, MA justru menguatkan putusan KPPU.
"MA mengadili sendiri dengan menguatkan putusan KPPU," kata juru bicara MA, Hakim agung Andi Samsan Nganro kepada detikcom (28/11/2019).
Simak Video "Aturan BPA di Indonesia, Jadi Tanggung Jawab Siapa?"
[Gambas:Video 20detik]
(ega/ega)