Heboh Kebijakan Ekspor Pasir Laut, RI Untung atau Buntung?

Heboh Kebijakan Ekspor Pasir Laut, RI Untung atau Buntung?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 01 Jun 2023 09:24 WIB
Pantai Slili di Gunungkidul memiliki pasir putih dengan laut yang berwarna kebiruan. Traveler sudah pernah berkunjung ke pantai ini?
Foto: (Masiatun Abdul Hadi/d'travelers)
Jakarta -

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang baru terbit 15 Mei 2023 menjadi sorotan. Salah satunya adalah aturan yang memperbolehkan ekspor pasir laut.

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono pun buka-bukaan soal alasan pembukaan izin ekspor pasir laut. Dia mengatakan sebetulnya pemerintah menerbitkan aturan ini dengan tujuan memberikan dasar hukum pada pemanfaatan pasir yang terbentuk dari sedimentasi di dalam laut.

Sedimentasi laut dinilai dapat menjadi material yang sangat cocok untuk digunakan pada kebutuhan reklamasi dan juga beberapa pembangunan infrastruktur di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Paling besar, kebutuhan pasir laut digunakan untuk melakukan reklamasi. Trenggono mengatakan selama ini kebutuhan reklamasi sangat besar di Indonesia, namun seringkali merusak lingkungan karena material yang diambil adalah mengeruk pasir dari pulau-pulau.

"Jadi terhadap PP 26 yang mau saya sampaikan di sini bahwa kebutuhan reklamasi begitu besar di Indonesia. Kalau ini didiamkan dan tidak diatur maka bisa jadi pulau-pulau diambil jadi reklamasi dan berakibat kerusakan lingkungan. Atas dasar itu terbitlah PP, boleh untuk reklamasi, tapi harus gunakan pasir sedimentasi," papar Trenggono dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (31/5/2023).

ADVERTISEMENT

Nah pengambilan sedimentasi dipilih sebagai material reklamasi karena pengambilan pasir sedimentasi tidak akan merusak lingkungan. Maka dari itu praktik pengerukan pasir dalam laut diperbolehkan kembali, dengan syarat yang diambil adalah pasir sedimentasi laut.

Namun, pada dasarnya Trenggono mengatakan pihaknya masih dalam tahap yang panjang untuk benar-benar mengizinkan ada perusahaan yang mengeruk pasir sedimentasi di dalam laut. Menurutnya, pihaknya sampai saat ini sedang mempersiapkan Peraturan Menteri (Permen) sebagai aturan teknis.

"Nanti akan dituangkan di Peraturan Menteri yang disiapkan, belum jadi sama sekali," kata Trenggono.

Trenggono juga menegaskan sejalan dengan terbitnya PP 26, pihaknya sedang menyiapkan tim kajian untuk mengkaji berapa banyak potensi pasir sedimentasi laut di Indonesia. Termasuk mencari lokasinya di mana saja.

Nah, Trenggono menekankan tim kajian ini akan memiliki peran penting dalam praktik pengerukan pasir sedimentasi di dalam laut. Pasalnya, semua kegiatan pengerukan pasir hanya boleh dilakukan pada tempat dan jumlah yang ditentukan oleh tim kajian.

Tim kajian ini sendiri akan terdiri dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal), termasuk dari perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat.

"Di mana sedimentasi? Penentuannya kita bentuk tim kajian yang terdiri dari para ahli. Lalu, kalau mau ambil harus sesuai dengan hasil tim kajian. Kalau dia katakan ini di sini ada sedimentasinya, berapa, itu yang bisa diambil," kata Trenggono.

Soal ekspor sendiri, menurutnya itu hanya lah pilihan penggunaan hasil pasir sedimentasi yang diambil dari dalam laut. Menurutnya, dalam PP 26 pun opsi ekspor pasir laut ditulis paling akhir, artinya ekspor merupakan pilihan penggunaan pasir sedimentasi paling akhir.

Pihaknya berjanji akan menggunakan pasir sedimentasi laut untuk digunakan di dalam negeri. Bila kebutuhan dalam negeri terpenuhi, baru ekspor dilakukan. Ekspor pun menurutnya memberikan keuntungan juga pada penerimaan negara.

"Bahwasanya akan ada sisa dari kebutuhan di dalam negeri bisa dibawa keluar silakan saja, asal itu sesuai dari tim kajian datanya. Jadi, ini penentuannya adalah tim kajian," kata Trenggono.

Apakah ini menguntungkan? Baca halaman berikutny

Menurut Trenggono kalaupun pasir sedimentasi laut diekspor pastinya memberikan keuntungan juga pada penerimaan negara. Apalagi bila pihak importir mau membayar mahal untuk pasir asal Indonesia.

"Untuk ekspor, kalau itu hasil sedimentasi dan tim kajian bilang itu sedimentasi, ya, boleh aja selama mereka mau membeli mahal," pungkas Trenggono.

Trenggono sendiri belum mau mengatakan berapa besar keuntungan yang berpotensi didapatkan bila ekspor pasir laut dilakukan. Namun, Kementerian Keuangan menyebutkan sumbangan ekspor pasir laut ke kas negara mungkin sangat kecil. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu.

"Pasir laut sih kecil (menyumbang ke pendapatan negara), itu lebih kepada kebijakan sektoralnya nanti," kata dia di Kementerian Keuangan.

Cuma yang jelas, menurut Trenggono, pengerukan pasir sedimentasi laut akan sangat berguna untuk urusan reklamasi di Indonesia.

Pasalnya, kebutuhan reklamasi sangat banyak di Indonesia. Tak terkecuali untuk melakukan reklamasi di sekitar kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

"Reklamasi ini ada permintaannya, di Surabaya ada, Batam ada, di IKN ada. Nah ini ngambil pasir dari mana? Mindahin dari pulau pun nggak boleh? Maka boleh pakai sedimentasi, maka dibuat PP itu," beber Trenggono.



Simak Video "Video Menteri Trenggono: Pulau Kecil Tak Boleh Dijual, Akan Diawasi Satelit"
[Gambas:Video 20detik]