Bagi Hamdi, budaya meritokrasi adalah salah satu upaya untuk melawan pragmatisme, hedonisme, dan individualisme. Orang harus diberikan penghargaan sesuai dengan kerja keras yang dilakukan, serta diberi hukuman yang setimpal dengan kesalahannya.
"Saat ini semua kebolak-balik, orang tidak kerja keras kita puji, tapi orang jujur tidak kita hargai, jangan hanya kita sembah materialisme semata, kelihatannya keren tapi itu hasil dari korupsi, hakikat sukses itu bukan hanya dari tampilan fisik," ungkap Hamdi.
Hamdi menjelaskan bahwa ketika kesuksesan muncul dari kerja keras, maka orang tersebut akan bijak dalam berpenampilan dan memiliki ketahanan mental yang baik atau dalam dunia psikologi dikenal sebagai resiliensi. Seseorang akan lebih menghargai hidupnya, dengan tidak berperilaku sembrono.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dalam bahasa minang, jangan jadi orang yang rancak di labuah, suka berdandan seperti orang kaya agar kelihatan mentereng, tetapi keadaan rumah tangganya tidak karuan, banyak hutang, dan lain sebagainya," seloroh Hamdi.
Saat ini menurut Hamdi, Indonesia miskin sosok tokoh pemuda panutan seperti jaman dahulu. Mirisnya, saat ini para pemuda hanya banyak dipertontonkan perilaku koruptif para politisi.
Tidak ada lagi sosok pemuda seperti Bung Karno, Bung Hatta, Tan Malaka, Sutan Sjahrir, dan lain sebagainya di awal kemerdekaaan Indonesia yang kini dapat menjadi panutan.
"Meski, sejatinya yang terpenting bukan batasan muda secara biologis, tetapi pola pikir pemuda dengan karakter tidak takut mati, mau bermimpi, mau bekerja keras, dan mau bekerjasama itulah yang penting. Muda dengan usia 20 tahun tapi tidak memiliki pola pikir sebagai anak muda dengan hati putih, mental baja, dan semangat menyala-nyala juga apa gunanya kan," pungkasnya.
(/)