Nusron Wahid Usul DPO Migor Dihapus & DMO Dipertahankan, Ini Alasannya

Nusron Wahid Usul DPO Migor Dihapus & DMO Dipertahankan, Ini Alasannya

Erika Dyah Fitriani - detikFinance
Selasa, 06 Jun 2023 17:17 WIB
Nusron Wahid
Foto: dok. Istimewa
Jakarta - Anggota DPR Komisi VI DPR RI Nusron Wahid mengusulkan penghapusan kebijakan Domestic Price Obligation (DPO) kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan karena dua alasan. Namun, ia tetap meminta kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dipertahankan.

"Kebijakan ini saya usulkan karena harga khusus dalam negeri (DPO) dengan non DPO jaraknya sudah mendekati," kata Nusron dalan Rapat Kerja dengan Menteri Perdagangan, Selasa (6/6/2023).

Nusron menjelaskan ada dua alasan mengenai usulan penghapusan DPO ini. Pertama, kondisi ekspor sedang lesu karena harga CPO dan minyak goreng (migor) berbasis CPO lebih mahal dibanding migor berbasis kedelai.

"Dampaknya voucher ekspor hasil jualan DMO dan DPO yang dijadikan prasyarat mendapatkan kuota persetujuan ekspor melimpah. Terus dipakai untuk apa voucher itu nanti? Sementara migor diproduksi terus menerus," jelasnya.

Kedua, lanjut Nusron, harga migor internasional non DPO, sudah saling berdekatan. Ia menyebut harga internasional sekarang Rp 13.500 per kg kepada distributor. Sementara harga DPO sebesar Rp 12.000.

"Karena itu sudah saatnya DPO dievaluasi supaya market di dalam negeri lebih dinamis sebagai kompensasi kepada produsen," terangnya.

Lebih lanjut, Nusron menjelaskan alasan DMO atau kebijakan kewajiban menjual barang untuk konsumen dalam negeri patut dipertahankan. Menurutnya, hal ini penting untuk menjaga pasokan barang di dalam negeri.

"Tapi pembatasan harganya dievaluasi," kata Nusron.

Nusron menegaskan negara harus adil dan mampu menciptakan keseimbangan serta keadilan antara produsen, pedagang, dan konsumen. Menurutnya, saat ini kebijakan pemerintah sudah menguntungkan konsumen dan pedagang.

Konsumen menikmati harga DPO yang murah yaitu Rp 14.000. Untuk mencapai harga ini, produsen memberikan subsidi ke konsumen antara Rp 2000-2.500 per kg dengan imbalan mendapat kompensasi kuota ekspor.

Di sisi lain, pedagang dan pengecer juga diuntungkan karena harga di produsen paling mahal Rp 10.800. Pengecer akhir diuntungkan karena distributor menjual ke pengecer akhir maksimal Rp 12.600, sementara harga jualnya di eceran Rp 14.000. Dengan demikian, ada margin Rp 1.400 yang membuat mereka diuntungkan.

"Ini saatnya produsen ditolong. Sudah ekspor lesu, masak harus mensubsidi harga terus menerus. Ini yang membuat alasan kenapa kewajiban menjual di harga tertentu di dalam negeri atau DPO harus dihapus," tuturnya.

Sebagai gantinya, Nusron mengusulkan penggunaan instrumen harga acuan tertinggi atau cyling price, yaitu untuk kemasan kualitas medium antara Rp15.500-16.000 dan untuk kualitas premium antara Rp. 18.000-Rp19.000.

"Saya kira tidak akan terjadi lonjakan inflasi akibat kebijakan ini. Asalkan pasokan tidak langka, tidak akan ada lonjakan harga," pungkasnya. (anl/ega)


Hide Ads