Pemerintah telah memutuskan impor kereta bekas dari Jepang tak jadi dilakukan. Hal ini disebut-sebut bisa membuka peluang kenaikan tarif KRL saat ini.
Pandangan ini diutarakan oleh Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang. Menurutnya, langkah pemerintah dalam membeli kereta baru berkemungkinan akan berimbas pada penyesuaian tarif KRL.
"Kalau beli baru kemungkinan akan ada penyesuaian tarif. Tarif dari subsidi PSO pun rencana mau dikurangi, ini malah mau tambah lagi sepertinya. Berat, naik lagi," kata Deddy, kepada detikcom, Jumat (23/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekadar informasi Public Service Obligation (PSO) ini merupakan biaya subsidi yang memiliki sumbangsih terhadap harga tiket kereta. Apabila PSO meningkat, berpotensi akan mengerek harga tiket kereta tersebut.
"Pernah PSO mau dikurangi tahun lalu, akan dinaikkan Rp 2.000. Sudah pada teriak-teriak tidak setuju, padahal saat ini kita (sudah) pakai KRL bekas semuadariJepang," imbuhnya.
Deddy sendiri memandang impor KRL harus dilakukan, berkaca dari urgensi publik. Menurutnya, tidak mungkin publik menunggu tahun 2025 hingga kereta baru datang. Selain itu, target Kementerian Perhubungan untuk 2 juta penumpang KRL per hari pun akan sulit tercapai.
"Lalu bagaimana solusi untuk mengganti 29 trainset dari tahun 2023-2024? Kalo menunggu 2 tahun lagi KRL baru, bukan solusi lagi namanya," kata Deddy.
Atas kondisi ini, Deddy menilai, pemerintah belum mampu menyelesaikan masalah darurat ini dan tidak bisa membaca urgensi publik. Menurutnya, akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan dana yang jauh lebih besar bila membeli kereta baru keluaran PT INKA.
"Kita bisa pakai benchmark pembelian pesawat tempur bekas jug diizinkan, padahal tiada urgensinya bila dibandingkan dengan kebutuhan sarana KRL hari ini. Karena rangkaian KRL mulai banyak dipotong, jadi 8 rangkaian(SF8)," katanya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartantyo juga tak menampik bahwa larangan impor KRL ini akan mendatangkan konsekuensi bagi nilai investasi dan biaya PSO. Dalam hal ini, biaya yang akan dikeluarkan KAI akan meningkat.
"Untuk melakukan importasi atau kereta bukan baru pasti ada konsekuensi kan. Nilai investasi maupun PSO-nya kan. Kita sedang godok dengan semua stakeholder," kata Didiek saat ditemui di kawasan Halim, Jakarta Timur, di hari yang sama.
Di sisi lain, ia menegaskan, pihaknya akan mengikuti arahan dari pemerintah pusat. Dengan demikian, tidak akan ada impor kereta dan kereta disuplai oleh PT INKA. Pemerintah sendiri telah menyiapkan dana Rp 9,3 triliun untuk produksi KRL dalam negeri.
Meski demikian, Didiek belum dapat memastikan berapa lama proses retrofit maupun produksi kereta baru dari INKA tersebut. Pihaknya juga masih dalam proses mengkaji langkah-langkah antisipasi dari dampak yang akan ditimbulkan apabila impor kereta ini tak dapat dilakukan.
(kil/kil)