6 dari 9 Sembako Masih Diimpor, RI Darurat Pangan?

6 dari 9 Sembako Masih Diimpor, RI Darurat Pangan?

Ilyas Fadilah - detikFinance
Rabu, 05 Jul 2023 10:39 WIB
Pemerintah berencana impor beras 1 juta ton. Dirut Perum Bulog Budi Waseso pun buka-bukaan soal kondisi ratusan ribu ton beras impor yang belum terpakai.
Ilustrasi/Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Dalam 11 tahun terakhir, rakyat Indonesia telah menghabiskan US$ 84,8 miliar atau Rp 1,272 triliun untuk berbelanja enam dari sembilan barang kebutuhan pokok/sembako-beras, susu, bawang, garam, daging, dan gula dari pasar internasional.

Indonesia adalah negara ke-14 untuk luas daratan (1.811.569 km), negara dengan panjang garis pantai ketiga atas dunia (54.716 km), sebanyak 53% penduduknya adalah usia produktif, buruh murah dan empat musim yang aman dari cuaca ekstrim. Namun, berbagai potensi alam dan manusia itu masih gagal dimanfaatkan.

Dilansir CNBC Indonesia, Rabu (5/7/2023), enam dari sembilan sembako harus dicukupi dari impor. Keenamnya adalah beras, susu, garam, bawang, daging, dan gula.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tercatat ada sembilan bahan pokok hidup yakni beras, gula pasir, minyak goreng dan mentega, daging sapi dan ayam, telur ayam, susu, bawang merah & putih, ikan dan garam beryodium. Produksi produk pertanian dalam negeri tidak cukup, memenuhi kenaikan pesat konsumsi makanan sehingga mendorong impor terus-menerus.

Sebanyak enam dari sembilan bahan pokok itu kecukupannya harus dipenuhi dari luar negeri. Yang mengejutkan adalah ketergantungan tinggi pada impor selain beras, yang mana rata-rata impor daging selama 11 tahun terakhir mendominasi (35%), gula (28%), garam (14%) dan susu (13%). Persentase ini adalah rasio jumlah impor barang terhadap total nilai impor enam barang itu.

ADVERTISEMENT

RI Defisit Perdagangan Buah-Sayur Rp 19 Triliun/Tahun

Selain itu, dengan luas lahan yang ada Indonesia belum bisa memproduksi buah dan sayur-mayur untuk memenuhi kebutuhan domestik. Indonesia mencatat defisit perdagangan internasional untuk buah dan sayur mayur rata-rata US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 19 triliun per tahun dalam 11 tahun terakhir.

Ini terjadi akibat jumlah impor lebih banyak dari ekspor. Tampak kebutuhan akan sayur dan buah meningkat pesat, sementara kemampuan produksi lokal untuk mencukupinya rendah, sehingga neraca ekspor pun tak berkembang dalam kurun waktu itu.

Ketergantungan Pangan RI untuk Gandum

Survei Departemen Pertanian Amerika Serikat menyebut lebih dari dua pertiga gandum diperuntukkan untuk makanan manusia, sementara 20% sisanya untuk hewan. Ada pertumbuhan konsumsi gandum sebesar 25% dalam 15 tahun, menunjukkan betapa pentingnya gandum bagi manusia.

Sayangnya keterbatasan kualitas lahan Indonesia karena diduga tidak memadai untuk menanam gandum membuat Indonesia sangat bergantung pada negara lain. Penikmat roti dan segala macamnya sangat tergantung pada produksi gandum di Negeri Paman Sam dan Kanada.

Simak juga Video 'Strategi PKT Jaga Ketahanan Pangan Nasional Terbaik di Pasar Global':

[Gambas:Video 20detik]



Indonesia masih ketergantungan kedelai dan jagung. Cek halaman berikutnya.

Ketergantungan Pangan RI untuk Kedelai

Kementerian Pertanian menyatakan produksi kedelai dalam negeri hanya mampu menutupi tak sampai 10% dari total kebutuhan nasional pada 2022. Estimasi tahun lalu produksi lokal hanya 200.315 ton, sementara kebutuhan 2.983.511 ton.

Ketergantungan Pangan RI untuk Beras

Beras adalah komoditas pangan utama, sekaligus komoditas politis. Ketersediaannya selalu bikin gaduh ruang publik, meskipun hal ini memang wajar karena banyak yang tidak terima dengan luas daratan, yang cocok untuk pertanian padi, dan buruh murah namun produksi padi loyo.

Produktivitas tanaman padi Indonesia masih jauh dari ideal, akibatnya cadangan stok beras nasional sangat bergantung pada produksi di empat negara, India, Thailand, Vietnam dan Pakistan.

Ketergantungan Pangan RI untuk Jagung

Indonesia sudah bertahun-tahun defisit jagung. Analisis kinerja perdagangan jagung Indonesia tahun 2020 dari Kementerian Pertanian menunjukkan, Indonesia hanya bergantung pada impor jagung pipilan kering sebesar 2,90% (IDR) dan nilai SSR sebesar 97,31%.

Ini menunjukkan, Indonesia sudah bisa mencukupi kebutuhan jagung dalam negeri dengan proporsi yang cukup besar dari produksi sendiri. Tapi, jagung bentuk pipilan kering Indonesia belum memiliki keunggulan komparatif.

Pergerakan Inflasi Makanan RI Pasca Perang Rusia-Ukraina

Semakin mahalnya harga-harga kebutuhan pangan di pasar internasional membuat ada konsekuensi serius terhadap fundamental ekonomi nasional. Salah satunya adalah beban berat bagi pengeluaran rumah tangga di Indonesia, yang semakin kesini semakin terbebani oleh inflasi harga pangan.

Berdasarkan data BPS 2022, rata-rata pengeluaran per kapita penduduk Indonesia sebesar Rp 1,33 juta, yang mana mana porsi untuk makanan mendominasi, yakin makanan Rp 666 ribu (50,1%) dan non makanan Rp 662 ribu (49,9%). Tahun lalu untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, porsi pengeluaran makanan melampaui non makanan setiap bulannya, membuat tekanan terhadap inflasi makin besar.

Level Ketahanan Pangan Indonesia

Di Asia dan Pasifik, Indonesia menempati urutan ke-10 dengan skor total 67.9. Dari empat indikator, tampak ada tiga indikator yang masih kurang memuaskan, yakni Availability atau akses pangan (50.9), Quality and Safety atau level kualitas dan keamanan pangan (56.2) dan Sustainability and Adaptation Atau isu keberlanjutan dan adaptasi perubahan iklim (46.3).

Artinya, titik paling lemah bagi Indonesia dalam hal pangan adalah mengantisipasi perubahan iklim terhadap ketahanan pangan nasional. Di level dunia, Indonesia menempati posisi 63 dari 113 negara.


Hide Ads