Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong budi daya cabai dan bawang merah ramah lingkungan di Kabupaten Solok. Diketahui, Kabupaten Solok telah ditetapkan sebagai kawasan penyangga bawang merah dan aneka cabai wilayah Sumatera.
Adapun salah satu lokasinya berada di Lembah Gumanti, Alahan Panjang, dengan potensi pertanaman mencapai 12.000 hektare bawang merah. Selain itu juga ada kawasan Singgalang, Kecamatan Lima Puluh Koto, yang memiliki potensi sekitar 1.000 hektare (Ha) untuk komoditas cabai dan sayuran dataran tinggi lainnya.
"Kawasan ini kami targetkan sebagai penyangga ketersediaan hortikultura nasional, yang tentunya berfokus pada budi daya yang ramah lingkungan yang produknya konsumsi," ujar Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto dalam keterangan tertulis, Kamis (27/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan upaya ini dalam rangka mengakselerasi pemetaan lokasi yang menjadi target pengamanan ketersediaan komoditas hortikultura. Khususnya untuk komoditas cabai dan bawang merah.
"Saya menugaskan jajaran kami untuk turun langsung ke lapangan mengawal dan memastikan ketersediaan komoditas strategis hortikultura khususnya cabai dan bawang merah," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Perlindungan Hortikultura Jekvy Hendra mengatakan pengembangan kampung hortikultura turut difasilitasi dengan gerakan pengendalian (Gerdal), Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT), Pengembangan Klinik Tanaman dan Fasilitasi Dampak Perubahan Iklim (DPI).
"Kami membentuk tim Satuan Tugas (Satgas) perlindungan dan berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya untuk melakukan pengecekan dan langkah konkret di lapangan," papar Jekvy.
Dia menambahkan pihaknya melakukan serangkaian kegiatan dalam rangka pengawalan di kawasan Lembah Gumanti, Alahan Panjang, Kabupaten Solok dan Kawasan Singgalang di Kecamatan 50 Koto Kabupaten Tanah Datar. Salah satunya yaitu pemetaan kewaspadaan residu pestisida.
"Di wilayah ini kami memberikan rekomendasi kesuburan dan ketersediaan unsur hara, pemetaan OPT (organisme pengganggu tumbuhan) dominan serta rekomendasi penanganan dampak perubahan iklim," terangnya.
Di sisi lain, Kepala Balingtan BSIP, Nur Wahida menegaskan saat ini jajarannya tengah melakukan pengambilan sampel tanah guna mengukur kandungan residu pestisida dan tingkat kesuburan lahan di kedua lokasi tersebut.
"Kami juga sedang melihat kualitas air berupa kandungan pestisida di lokasi ini," terangnya.
Sementara itu, tim satgas perlindungan Agung Sunusi memaparkan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, OPT yang dominan yakni ulat bawang (Spodoptera), Liryomiza, Antraknosa dan Bercak (Cabai).
"Terkait penanganan dampak perubahan iklim khususnya ketersediaan air untuk irigasi dan pengairan aman karena sumber air langsung dari mata air Gunung Singgalang. Adanya sumber air yang tersedia setiap saat yaitu dari danau atas dan danau bawah sehingga setiap saat bisa melakukan pertanaman," ungkapnya.
Di sisi lain, Hari selaku ketua kelompok tani di kawasan Singgalang menyampaikan saat ini penggunaan fungisida dan insektisida dominan serta aplikasinya dicampur tanpa melihat kandungan bahan aktif di dalamnya.
"Kelompok tani kami ingin cepat melihat hasil terutama bila terjadi serangan OPT, maka penggunaan pestisida kimia masih menjadi alternatif utama. Kami berharap, ada perhatian khusus bagi pemerintah untuk mengawal dan mendampingi terutama (terkait cara) berbudi daya yang baik dan benar yang ramah lingkungan melalui bimtek," pungkasnya.
(prf/ega)