PT Perkebunan Nusantara (PTPN) terus memperkuat perannya pada sektor pangan dan energi nasional. Adapun hal ini dilakukan dengan mendukung peningkatan produksi minyak goreng dan gula konsumsi untuk kebutuhan pangan nasional.
Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani mengatakan pihaknya tengah berupaya untuk terus menggenjot produksi minyak goreng dan gula konsumsi agar bisa memenuhi kebutuhan nasional. Khusus untuk minyak goreng, ia mengatakan pihaknya mampu memproduksi Crude Palm Oil (CPO) hingga 3 juta ton setiap tahunnya.
"Padahal PTPN itu produksi 3 juta CPO setiap tahun," katanya saat wawancara dengan detikcom beberapa waktu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan angka produksi tersebut mampu memenuhi kebutuhan minyak goreng nasional. Menurutnya, kalau dilihat secara nasional, kebutuhan minyak goreng itu 5 juta liter. Adapun jumlah tersebut dibagi lagi untuk sejumlah sektor seperti industri, restoran, hingga kebutuhan rakyat kecil.
"Kalau kebutuhan nasional itu 5 juta tapi ada minyak goreng untuk industri, restoran. Untuk rakyat kecil itu cuma 2 juta liter. Sebenarnya (produksi PTPN) lebih dari cukup (untuk rakyat kecil)," ujarnya.
Meskipun begitu, ia mengatakan untuk menggenjot produksi minyak goreng, pihaknya telah memiliki sejumlah strategi salah satunya hilirisasi.
"Kami diarahkan pemerintah dalam Proyek Strategi Nasional (PSN), salah satunya dalam 5 tahun ke depan awalnya CPO yang dijual dalam bentuk CPO tapi kita hilirisasi jadi olein. Dalam waktu 5 tahun, 1,8 juta ton olein. Nah itu untuk mencukupi kebutuhan rakyat Indonesia cukup. Tapi kita lagi membangun dalam 5 tahun selesai lah itu," ujarnya.
Tak hanya minyak goreng, menggenjot produksi gula konsumsi juga menjadi perhatian PTPN. Pasalnya, ada sejumlah 'pekerjaan rumah' yang menyebabkan produksi gula nasional belum maksimal.
Ia menyebutkan padahal Indonesia memiliki catatan sejarah yang cukup gemilang dalam memproduksi gula.
"Tahun 30 (1930) produksi gula kita 3 juta ton. Angka 3 juta ton itu belum pernah dicapai lagi. Padahal luas area sekarang lebih dari 2 kali lipat. Jadi ada isu masalah gula. Kemudian sejak tahun 1967, Indonesia itu menjadi net importir gula," ungkapnya.
Ia mengatakan, pihaknya memberikan masukan agar produksi gula nasional bisa kembali meningkat, sehingga bisa mewujudkan swasembada gula konsumsi.
"Dari mulai Orde Baru sampai era Presiden Jokowi mau swasembada itu sulit. Saya mencoba menawarkan ke Pak Menteri. 'Pak coba mulai dari pendekatan dari bisnis dulu' sehingga PTPN bisa menghasilkan gula separo sampai 60% nasional kalau pemberdayaannya dimaksimalkan," jelasnya.
Untuk membantu memenuhi kebutuhan gula nasional, pihaknya menargetkan produksi gula PTPN di tahun ini tembus 1 juta ton.
"Gula itu setiap tahunnya kebutuhannya 3 sampai 3,2 juta ton. Konsumsi perkapita sekitar 12 kilo per kapita per tahun. Tahun 2020, (produksi) kami sekitar di bawah 750-an ton, tahun lalu kita sudah 850 ton, tahun ini targetnya 1 juta itu dari PTPN sendiri. Artinya kalau (PTPN berhasil memproduksi) 1 juta gula, kita (menyumbang) sekitar 40% (dari kebutuhan nasional) lah," katanya.
Supaya produksi gula meningkat, pihaknya bakal memperbaiki varietas tebu. Pasalnya, varietas tebu bisa memberikan pengaruh terhadap produksi gula.
"Dulu Indonesia itu 1 hektare bisa 15 ton gula, sekarang hanya 5 ton. Kami terus melakukan benchmark dari Thailand, India, Australia, dan negara lainnya. Isunya satu, rendemennya kita rendah. Masalahnya varietas tebu. Jadi kita sekarang fokus bagaimana memperbaiki varietas tebu milik sendiri dan melakukan mengambil varietas terbaik dari negara lain, kita coba mana yang cocok di sini," tutupnya.
(akn/ega)