Muncul Opsi WFH Kala Polusi Jakarta Jadi Sorotan, Begini Respons Pengusaha

Muncul Opsi WFH Kala Polusi Jakarta Jadi Sorotan, Begini Respons Pengusaha

Ilyas Fadilah - detikFinance
Senin, 14 Agu 2023 22:32 WIB
Poster
Ilustrasi.Foto: Edi Wahyono

Di sisi lain, Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai kebijakan WFH tidak cukup mengatasi polusi udara. Justru, kata dia, solusi yang diperlukan adalah menata dan memperbaiki transportasi publik di Ibu Kota.

"Begini, pemerintah itu mestinya akar masalahnya diberesin bukan setengah-setengah. Mau nanti WFH atau apa pun, oke lah. Tapi akar masalahnya dulu diberesin. Selama akr masalah nggak diberesin nanti kebijakan bisa terengah-engah. Akar masalahnya apa, kan orang banyak menggunakan kendaraan pribadi," jelasnya.

"Kebijakannya jangan setengah-setengah. Nanti terengah-engah. Kebijakan yang dikeluarkan sekarang itu tidak akan menyelesaikan masalah, itu hanya persoalan hulu, kita atasi persoalan hilirnya, akar masalah," tambahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya mengatasi polusi udara memang perlu penyelesaian jangka panjang. Ia mencontohkan KRL dan TransJakarta yang bisa menarik banyak penumpang setelah bertahun-tahun dikembangkan.

Hal tersebut tak lepas dari perbaikan yang terus dilakukan sehingga masyarakat mau menggunakan transportasi umum. Harga murah menjadi faktor lain yang membuat masyarakat beralih dari kendaraan pribadi.

ADVERTISEMENT

"Jakarta memberesi TransJakarta kan jangka panjang, tapi dia beresin tahun 2004, sekarang baru kelihatan bisnya, 20 tahun. Jadi bukan jangka panjang nanti, sekarang diberesin tapi polusinya penyelesaian jangka panjang. Tapi mulai sekarang digerakan. Jangka panjang bukan nanti, tapi sekarang dikerjakan," jelasnya.

Djoko juga menanggapi opsi 4 in 1 atau minimal 4 orang dalam 1 mobil yang disebutnya tidak akan berpengaruh. Hal ini tak lain dari pengalaman kebijakan 3 in 1 yang pernah diterapkan di Jakarta.

"Halah itu (WFH) nanti nggak ngaruh nggak, nggak ngaruh, saya yakin. Kebijakan 4 in 1, ah kacau lagi. Dulu 3 in one sudah bermasalah," tuturnya.

Ia juga menampik pernyataan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang menyebut 40% polusi berasal dari kendaraan. Menurut Djoko, sebelum pandemi saja kendaraan umum menyumbang sekitar 70% polusi.

"Saya perkirakan di kota itu paling tinggi kendaraan lah, lebih dari 40%. 3 tahun yang lalu sebelum pandemi 70% kok bisa sekarang 40% itu gimana coba. Sebelum pandemi 70% kok bisa turun angkanya gimana. Pabrik di mana di Jakarta, kan di daerah pinggiran. Adanya pabrik tahu dan tempe kan kecil," kata Djoko.

Dalam data yang dipaparkannya, insentif kendaraan listrik yang diusulkan Kementerian Perindustrian adalah Rp 12,3 triliun. Ia menilai akan lebih baik jika dana sebesar itu dialihkan untuk perbaikan transportasi publik.

"Presiden ambil alih yang Rp 12 triliun itu berikan perbaikan public transport, jangan untuk motor. Motor listrik pembelinya juga jarang. Mobil juga mahal. Kita itu tiru Eropa, tapi keliru. Di Eropa itu kenapa mobil (listrik) sekarang, karana public transportnya sudah bagus," pungkasnya.


(ily/hns)

Hide Ads