Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan besarnya dana membangun infrastruktur kawasan ASEAN. Menurutnya butuh US$ 280 miliar per tahun atau Rp 4.275 triliun (kurs Rp 15.270) untuk membangun infrastruktur tersebut.
Beban itu diprediksi akan membengkak hingga US$ 19 miliar atau Rp 290,13 triliun per tahun.
"Infrastruktur di ASEAN itu dibutuhkan sekitar US$ 280 miliar per tahun dan ini tidak bisa dipenuhi dengan eksisting, bahkan public dan private. Jadi ASEAN continue menghadapi infrastructure gap financing sekitar US$ 19 miliar per tahunnya," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers usai Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN di Hotel Mulia, Jakarta, Jumat (25/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, Sri Mulyani menyebut para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN sepakat cara untuk menarik investasi untuk memenuhi kebutuhan itu tidak lagi bisa dengan cara-cara sendiri, melainkan membutuhkan taksonomi pembiayaan berkelanjutan di ASEAN.
"Salah satu yang powerful adalah ASEAN taksonomi, jadi ini mendefinisikan secara jelas dan kredibel mengenai apa yang disebut transition economy, proyek-proyek apa yang bisa diklasifikasikan green atau masih konsisten transition yang menuju just, affordable dan ordery, sehingga tidak timbulkan disrupsi," terang Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan likuiditas secara global untuk memenuhi kebutuhan itu sebetulnya ada. Hanya saja masih tertahan.
"Peranan ADB, World Bank mereka juga bisa offer banyak hal. Pertama sempurnakan blanded finance dan mereka posisikan sebagai institusi yang bisa kurangi risiko. Kalau proyek tinggi, risikonya mereka biasanya minta charge interest tinggi saat sekarang interest rate dunia juga tinggi," tutur Sri Mulyani.
(aid/hns)