Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi memberikan arahan keras kepada jajaran eselon I Kementerian Pertanian. Arahan keras disampaikan terkait dengan produksi padi hingga komoditas perkebunan seperti sawit dan tebu.
Arief menerangkan, saat ini produksi padi pada akhir tahun diprediksi akan mengalami penurunan. Dia mengakui memang akan ada surplus, tetapi menurutnya jumlahnya tidak banyak, sehingga tidak bisa dikatakan melimpah.
"Tanaman Pangan, saya minta pak Wandi (Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi) panennya padi jadi beras dari 31,4 juta supaya menjadi 35 juta, kita harus apa? Data yang kita pakai sama KSA BPS, tetapi cara melihatnya berbeda. Pak Wandi bilang surplus, iya betul, tetapi hanya 1,3 juta ton," ujar Arief di acara Penandatanganan Pakta Integritas seluruh Pejabat Eselon I dan II Kementan, Kamis (12/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, klaim melimpahnya pasokan beras jika produksi telah mencapai lebih dari 35 juta ton per tahunnya. Namun, jika produksinya di bawah itu, tidak bisa dikatakan melimpah.
"Pak Wandi bisa bilang 35 juta ton, pak, itu baru bisa dibilang melimpah. Tetapi kalau beti, beda tipis, setengah bulan, itu namanya sedang-sedang saja," terang dia.
"Kalau panen raya itu semester I, maka akan dipastikan semester II 3 bulan terakhir produksi rendah dan akan rebutan GKP. Itu yang memicu kenaikan harga beras, begitu semua," lanjutnya.
Untuk itu, Arief memerintahkan agar ada solusi yang nyata untuk menggenjot produksi padi. Jika produksi bisa digenjot, Arief juga memerintahkan agar bisa diserap oleh Perum Bulog sebagai cadangan beras pemerintah.
"Sehingga antisipasinya apa? Naikin produksi, bantu Bulog serap kemudian disimpan," ucapnya.
Selain itu, Arief juga memerintahkan kepada Direktur Jenderal Perkebunan Andi Nur Alam Syah agar bisa menggenjot perkebunan yang akan menjadi unggulan nasional. Adapun tanaman yang ditargetkan menjadi unggulan yakni sawit dan tebu.
Untuk perkembangannya, Arief meminta anak buahnya itu mencari bibit unggul dan buang kerja sama bibit yang jelek. Hal ini dilakukan demi perkembangan perkebunan Indonesia yang lebih maksimal.
"Jangan kasih yang jelek-jelek! Kalau ada standar nasional, standar industri, standar internasional bapak pilih mana? Pakai yang internasional. Lupakan bibit-bibit jelek, potong, cari bibit terbaik," tegasnya.
(ada/eds)