Para penggiat dan pelaku usaha budi daya lobster menyambut positif rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengatur ulang regulasi pengelolaan lobster di Indonesia.
Sekjen Penggiat Budidaya Lobster Nusantara (PBLN) Paul O. Gurusinga menyambut baik perubahan regulasi lobster, termasuk rencana KKP untuk menjalin kerja sama dengan Vietnam untuk budi daya lobster di Indonesia dan luar negeri. Menurutnya, negara itu memiliki kemampuan budi daya lobster yang sangat baik.
"Perlu kerendahan hati. Kita perlu belajar dari negara yang sudah sukses melakukan budi daya. Jika itu tercapai, budi daya lobster di Indonesia bisa dijalankan dengan baik. Business process budi daya di Vietnam itu sudah sangat baik," ujar Paul dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu disampaikannya pada Forum Konsultasi Publik Rancangan Permen KP tentang Penangkapan, Pembudidayaan, dan Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.
"Pakan sudah ada khusus yang mengurus, ada penjualnya sendiri. Beda dengan di Indonesia, semua masih dilakukan dan disiapkan oleh satu orang pembudi daya," imbuhnya.
Paul optimistis perubahan regulasi akan membangun ekosistem budi daya lobster yang lebih berkualitas di Indonesia baik dari sisi kemampuan pembudi daya, hasil panen, hingga kualitas produk yang dihasilkan. Terlebih lagi, perubahan pengelolaan dapat mendorong lahirnya usaha-usaha baru penyokong kegiatan budi daya lobster.
Selain itu, para pembudi daya juga menyambut baik rencana pemerintah mengatur ulang regulasi pengelolaan lobster di Indonesia. Perubahan tersebut diharapkan tidak hanya meningkatkan perekonomian, tetapi juga kemampuan pembudidaya dalam membudidayakan krustasea tersebut.
"Saya sangat setuju untuk perubahan aturan BBL. Kami juga setuju dengan kegiatan budidaya. Tapi kami harapkan perubahan ini juga meningkatkan kemampuan pembudi daya dalam membudidayakan lobster," ucap Ketua KUB Gili Mandiri Samiun.
Samiun mengungkapkan pengalaman pribadinya melakukan budi daya lobster di perairan Lombok. Ia menjelaskan rendahnya tingkat kehidupan BBL dan pemenuhan pakan menjadi kendala yang paling dominan dihadapi para pembudi daya.
Alhasil, tumbuh kembang hingga menjadi lobster terbilang lama dan bobotnya juga belum mencapai angka maksimal. Hal ini yang menyebabkan sebagian masyarakat lebih memilih menjual BBL hasil tangkapannya dibanding melakukan budi daya sendiri.
Untuk itu, Samiun berharap perubahan regulasi pengelolaan lobster yang direncanakan KKP dapat mendorong peningkatan kemampuan pembudi daya di Indonesia.
Ia pun menyarankan caranya, yakni bisa dengan mengirimkan perwakilan kelompok pembudi daya ke negara yang sudah berhasil mengembangkan budi daya lobster untuk belajar, atau mendatangkan sejumlah pembudi daya sukses dari negara tersebut untuk berbagi ilmu dan pengalaman.
"Mungkin ketua-ketua kelompok pembudi daya diikutkan pelatihan di Vietnam atau ahli dari sana didatangkan ke sini. Di sana ukuran lobster budi daya bisa 500 gram hanya dalam 6 bulan. Di Indonesia 200 gram saja itu butuh 8 bulan. Kenapa bisa beda?" katanya.
Klik halaman selanjutnya >>
Simak Video "Video: Polisi Buru Pemilik Koper Berisi 11 Ribu Benih Lobster di Batam"
[Gambas:Video 20detik]