Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut bahwa rata-rata gaji orang Indonesia harus berada di angka Rp 10 juta per bulan agar Indonesia bisa menjadi negara maju pada 2045. Menurut sejumlah pengamat ekonomi, ada sejumlah hal yang perlu dilakukan agar target itu bisa tercapai.
Direktur Center of Law and Economic Studies, Bhima Yudhistira, mengatakan gaji masyarakat Indonesia bisa mencapai Rp 10 juta per bulan. Namun, pemerintah harus bergerak cepat untuk mencapai hal tersebut.
Sebab, asumsi pertumbuhan gaji masyarakat Indonesia saat ini baru mencapai sekitar 1,8% per tahun. Jika dikalkulasi, dibutuhkan sekitar 68 tahun agar gaji rata-rata masyarakat Indonesia berada di angka Rp 10 juta per bulan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan tingkat pertumbuhan gaji yang ada sekarang, hal ini berarti masyarakat Indonesia baru bisa menikmati gaji Rp 10 juta per bulan 68 tahun lagi yakni pada 2092.
"Jadi kalau pakai hitungan pertumbuhan gaji rata-rata masyarakat tiap tahun yang hanya sekitar 1,8%, maka dibutuhkan 68 tahun untuk mencapai 10 juta per bulan atau baru tercapai pada 2092" ucapnya kepada detikcom, Sabtu (14/10/2023) via telepon.
Untuk mencapai target rata-rata gaji masyarakat Indonesia Rp 10 juta per bulan pada 2045, Bhima mengatakan pertumbuhan gaji masyarakat Indonesia harus berada di angka setidaknya 6% per tahun. Sejumlah hal pun harus dilakukan pemerintah.
Menaikkan Upah Minimum
Pertama, adalah menaikkan upah minimum. Bhima mengatakan semisal upah minimum pada 2024 naik 6%, sejumlah ini bisa diperoleh dari kenaikan upah 10% yang dikurangi asumsi inflasi 4%.
Namun, agar upah minimum bisa naik, sejumlah kebijakan tentu harus berubah. Salah satunya adalah struktur struktur ekonomi Indonesia yang terlalu menitikberatkan pada sektor ekstraktif yang selama ini mengakibatkan kenaikan upah fluktuatif.
Ketika harga komoditas naik gaji juga meningkat. Namun saat harga komoditas menurun "banyak yg mengeluh pendapatannya berkurang," bebernya.
Mendukung Produktivitad Berbagai Sektor
Kedua, Bhima mengatakan pemerintah harus selektif memberi insentif perpajakan dan insentif non-pajak yang bersifat padat karya seperti pertanian dan sektor pengolahan.
Di sektor pengolahan, Bhima mengatakan saat ini terdapat fenomena sulitnya kenaikan gaji imbas mengecilnya kesempatan kerja di sektor pengolahan.
"Fenomena ini berkaitan dengan deindustrialisasi prematur. Porsi dari industri manufaktur terhadap produk domestik bruto terus menurun. Bahkan mencapai titik terendah dibanding 32 tahun yang lalu," beber Bhima.
Alumni Universitas Bradford, Inggris, ini lantas menilai bahwa pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang all out mendukung hal tersebut.
Hal lain yang juga menjadi catatannya, adalah serapan tenaga kerja lokal harus tinggi di sektor hilirisasi. Kemudian pengendalian barang-barang impor untuk sektor pertanian. Serta pemberian pupuk subsidi yang lebih besar.
"Teknologi tepat guna dan pengembangan varietas benih unggul juga diperlukan agar sektor pertanian bisa menyerap tenaga kerja lebih besar. Hasilnya adalah pendapatan lebih besar dan terciptanya ketahanan pangan nasional," terangnya.