Anies Sebut Tanda RI Dipercaya Dunia: Teken Investasi di Jakarta Bukan Hong Kong

Anies Sebut Tanda RI Dipercaya Dunia: Teken Investasi di Jakarta Bukan Hong Kong

Ilyas Fadilah - detikFinance
Selasa, 24 Okt 2023 16:17 WIB
Anies Baswedan.
Foto: Anies Baswedan. (Ahmad Nurfajri Syahidallah/detikSulsel)
Jakarta -

Calon Presiden Anies Baswedan menyinggung soal kepercayaan dunia terhadap Indonesia. Menurut Anies tingkap kepercayaan dunia dapat dilihat salah satunya melalui praktik investasi.

Menurutnya, penandatanganan perjanjian investasi yang masuk ke Indonesia harusnya dilakukan di dalam negeri, bukan di Singapura atau Hong Kong. Investor perlu mengikuti sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya sering berdiskusi dengan tim saya tentang bagaimana menghitung kepercayaan dunia terhadap kita. Simpel. Kalau investasi dan setuju penandatangannya di Jakarta, bukan di Singapura. Tanda tangannya bukan di Hong Kong, tapi Jakarta, di bawah sistem hukum kita," ujarnya dalam US-Indonesia Investment Summit ke-11 di Mandarin Oriental, Jakarta, Selasa (24/10/2023).

Namun lain cerita jika penandatanganan perjanjian investasi dilakukan di luar negeri. Menurut Anies praktik tersebut menjadi pesan bahwa investor belum sepenuhnya percaya terhadap sistem hukum dan politik Indonesia.

ADVERTISEMENT

"Tapi jika kesepakatan-kesepakatan besar, investasi jumbo ditandatangani di luar Indonesia, itu pesan bahwa 'kita tidak percaya sistem hukum kalian, kita tidak percaya sistem politik pemerintahan kalian. Karena itu kita tidak tanda tangan di sini," bebernya.

Oleh karena itu ia menyebut ada beberapa hal yang harus diperbaiki, termasuk pendanaan partai politik hingga meritokrasi. Anies berpendapat kebijakan politik Indonesia saat ini belum sepenuhnya menyentuh kebutuhan masyarakat dan kebutuhan negara.

Menurutnya banyak kebijakan politik diambil hanya demi memenuhi keinginan partai atau kelompoknya. Hal ini juga lah yang akhirnya membuat Indonesia terjebak di middle income trap.

"Banyak alasan kenapa negara terjebak di middle income trap, karena institusi politik menghasilkan kebijakan yang tidak merefleksikan kebutuhan publik dan nasional, namun merefleksikan kebutuhan partai politik di pemerintahan. Itu juga yang membuat negara terjebak di middle income trap," pungkasnya.

(ily/rrd)

Hide Ads