Perang Rusia-Ukraina hingga Konflik Timteng Kerek Omzet Perusahaan Senjata

Lumongga Harahap - detikFinance
Sabtu, 28 Okt 2023 17:00 WIB
Ilustrasi/Foto: Ap Photo
Jakarta -

Pendapatan kontraktor pertahanan meningkat sejak invasi Rusia ke Ukraina tahun 2022 lalu. Pemerintah AS kembali mengisi pasokan untuk dikirim ke Ukraina dan negara-negara di seluruh Eropa dalam rangka awasi agresi Moskow. Kontrak baru untuk memasok Ukraina juga secara langsung ditandatangani akhir tahun lalu.

Lockheed, General Dynamics dan RTX (RTX. N) melaporkan hasil di atas ekspektasi selama beberapa hari terakhir. Eksekutif memproyeksi konflik di Ukraina dan perang Israel dengan kelompok militan Palestina Hamas meningkatkan permintaan jangka pendek.

"Kami telah beralih dari 14.000 peluru (artileri) per bulan menjadi 20.000 dengan sangat cepat. Kami bekerja lebih cepat dari jadwal untuk mempercepat kapasitas produksi hingga 85.000, bahkan setinggi 100.000 putaran per bulan," ucap Jason Aiken, Kepala Staf Keuangan General Dynamics, kepada Wall Street pada hari Rabu (25/10/2023).

Tercatat, Unit Sistem Tempur General Dynamics, pembuat kendaraan lapis baja, tank, dan artileri digunakan Ukraina, mengalami kenaikan pendapatan hampir 25% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. RTX, pembuat roket AMRAAM yang digunakan di Ukraina, telah menerima pesanan US$ 3 miliar atau senilai Rp 47 triliun (kurs 15.910) sejak invasi Rusia Februari 2022.

Penjualan kuartal ketiga untuk Northrop Grumman's (NOC. N) Segmen Sistem Pertahanan juga tercatat naik 6% karena tingginya permintaan amunisi dan motor roket yang memainkan peran penting dukung upaya pertahanan Ukraina melawan pasukan Rusia.

Presiden AS Joe Biden, pada 20 Oktober, mengatakan beberapa permintaan tambahan akan diberikan kepada perusahaan yang mengisi kembali produksi senjata AS yang dikirim ke luar negeri.

Meski demikian, ini semua bukan berarti tanpa hambatan. Eksekutif dari beberapa perusahaan pertahanan menyatakan kurangnya tenaga kerja terampil dan masalah rantai pasok kerap menghambat kapasitas perusahaan memenuhi pesanan.

Lockheed pada 17 Oktober mengatakan gangguan pasokan dan tenaga kerja memengaruhi divisi seperti aeronautika, yang membuat jet tempur F-35 canggih, karena kebutuhan rakitan prosesor, motor roket padat, coran, dan tempa.




(eds/eds)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork