Jelajah Desa BRILian

Beralih Jadi Petani Melon, Eks Dosen Akuntansi Ini Raup Omzet Puluhan Juta

Inkana Izatifiqa R Putri - detikFinance
Kamis, 16 Nov 2023 09:26 WIB
Foto: detikFoto/Tripa Ramadhan
Jakarta -

Profesi petani sering kali dipandang sebelah mata oleh sebagian orang, terutama kaum muda. Tak jarang pula bertani dipandang sebagai pekerjaan yang tak menghasilkan atau bahkan masih dianggap pekerjaan kelas bawah.

Namun, stigma-stigma tersebut rasanya tak berlaku saat tim detikcom bertemu sosok petani milenial di Desa Karangpucung Kecamatan Kertanegara, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Tri Bowo Pangestika (31).

Jatuh cinta dengan dunia pertanian, pria yang dulunya dosen akuntansi di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ini pun memilih banting setir menjadi petani. Meski berawal dari keisengan membantu petani di sekitar rumah orang tuanya, namun lambat laun ia mengaku menemukan kenyamanan saat bertani.

"Jadi, saya anak bontot, dua kakak saya sudah merantau di Jakarta dan Semarang, saya di Solo. Dan yang memungkinkan untuk pulang (merawat orang tua) saat itu saya. Selama saya bolak balik (Solo-Purbalingga), saya sering ngobrol dengan warga sini. Ternyata ketika mereka curhat isinya masalah bertani. Kemudian saya tergugah untuk menyelesaikan sedikit masalah pertanian," ujarnya kepada detikcom belum lama ini.

"Walaupun nggak ada basic pertanian, bermodal YouTube dan baca-baca jurnal, dari situ saya tahu bahwa prakteknya di sini masih salah kaprah. Cuma ketika diberikan masukan ke petani ternyata sulit. Dari situ akhirnya saya buktikan sendiri dengan praktek. Awal mula tomat, cabai, dari situ untuk sharing ke petani lain lebih mudah. Setelah dijalani, bertani itu membuat pikiran nggak macem-macem, tenang, nggak mikir gaya hidup, nggak mikir baju bagus. Jadi memang menjadi lebih terkontrol hidupnya," imbuhnya.

Gaet Milenial untuk Jadi Petani Melon Hidroponik

Berbeda dengan petani setempat, Bowo memilih membudidayakan melon menggunakan metode hidroponik Nutrient Film Technique (NFT). Dengan metode ini, ia dapat menyesuaikan nutrisi, suhu, dan lainnya untuk menghasilkan melon yang berkualitas.

Menariknya lagi, Bowo juga menggaet para anak-anak muda di desanya untuk belajar bertani melon hidroponik. Menurutnya, saat ini petani muda sudah jarang ditemukan di desanya. Padahal, Desa Karangpucung sangat potensial dengan pertanian.

Bowo memilih membudidayakan melon menggunakan metode hidroponik Nutrient Film Technique (NFT) (Foto: detikFoto/Tripa Ramadhan)

"Pada saat itu, bisa dikatakan di desa ini tak ada petani milenial. Paling gampang dari segi umur itu hampir tidak ada petani di bawah usia 30 tahun. Walaupun ada, itu hanya sebatas membantu ketika orang tua panen, yang sebenarnya tidak bisa disebut petani," kisahnya.

"Nah, dari situ kemudian saya mengembangkan pertanian di sini, kemudian teman-teman dan masyarakat memanggil petani milenial, secara bahasa juga mungkin lebih keren gitu. Alhamdulillah sampai sekarang sudah banyak petani milenial di desa ini," lanjutnya.

Raup Omzet Puluhan Juta Per Sekali Panen

Meski saat ini usaha pertanian melonnya kian maju, Bowo mengaku ada banyak tantangan yang perlu dilaluinya, termasuk soal permodalan. Ia bercerita butuh modal awal sekitar Rp 130 juta untuk mengembangkan greenhouse hidroponik miliknya.

Dalam proses bertani melon hidroponik, Bowo juga berkali-kali melakukan trial dan error, yang tentunya membutuhkan biaya. Untungnya, ia terbantu dengan pinjaman KUR dari BRI.

"Saat itu awal mula membangun ini modalnya tak seberapa sekitar Rp 12-139 juta. Di sini sudah 2 tahun, tapi tidak sekali coba bertani langsung jadi. Untuk riset dan uji coba butuh biaya. Kita ajukan pinjaman ke BRI dengan KUR, hampir semua kelompok di sini pinjam ke BRI. Dulu saya pinjem untuk pengrmbangan, rata-rata pinjam dengan batas maksimal KUR Rp 100 juta. Kita bangun greenhouse, kita pasang instalasi," paparnya.

Meski banyak rintangan, namun perjuangan Bowo kini membuahkan hasil. Pertanian melon hidroponik miliknya kini telah banyak dikenal masyarakat luas, bahkan hingga ke luar Pulau Jawa. Banyak orang berkunjung untuk melakukan studi banding atau bahkan studi tur.

Bukan cuma itu, Bowo juga mampu meraup omzet yang fantastis. Mengingat dalam satu kali panen, ia bisa meraup hingga puluhan juta dari satu greenhouse. Adapun saat ini, kelompok klaster melon di bawah naungannya telah memiliki 4 greenhouse.

Bowo juga mampu meraup omzet yang fantastis. Mengingat dalam satu kali panen, ia bisa meraup hingga puluhan juta dari satu greenhouse (Foto: detikFoto/Tripa Ramadhan)

"Bertani melon hidroponik dengan sistem NFT atau melon premium itu butuh waktu kurang lebih 65-70 hari untuk satu kali tanam sampai panen. Dalam waktu itu, kita butuh biaya operasional, di antaranya satu pekerja, biaya benih, obat dan nutrisi yang kalau kita jumlahkan di kisaran Rp 10-12 juta dalam waktu 2 bulan," jelasnya.

"Satu greenhouse itu kan kapasitas 700 tanaman, katakanlah 10 persen (hasil panen) tidak masuk grade bagus. Kalau dikalikan satu pohon satu buah, rata-rata beratnya di 1,5-2 kg biasanya di kisaran 1 ton sekali panen. Kita jual per kilo Rp 35 ribu, jadi kalau penghasilan kotornya sekitar 35 juta per 2 bulan sekali," sambungnya.

Walaupun usaha pertanian melonnya sudah terbilang sukses, Bowo berharap ke depannya pertanian melonnya lebih maju lagi sehingga dapat memenuhi permintaan pasar.

"Ke depan cita-cita kami semua lumayan tinggi. Artinya dengan peluang yang kita dapatkan ternyata kalau dikelola dengan baik, bertani hidroponik bisa lumayan hasilnya. Jadi kami sudah pengajuan Dana DAK (Dana Alokasi Khusus) untuk bantuan greenhouse, pabrik konsentrat, jalan usaha tani, sumur bor, unit pengolah hasil pertanian yang nilainya sekitar Rp 1,5 miliar. Saat ini, kita berdoa kalau itu semua turun bisa lebih cepat lagi pengembangannya," tutupnya.

detikcom bersama BRI mengadakan program Jelajah Desa BRILiaN yang mengulas potensi dan inovasi desa di Indonesia baik dari segi perkembangan ekonomi, infrastruktur, hingga wisata serta dampaknya terhadap masyarakat lokal maupun nasional. Untuk mengetahui informasi program Desa BRILiaN lebih lanjut, ikuti terus informasinya hanya di jelajahdesabrilian.detik.com!



Simak Video "Petani Padi di Tasikmalaya Manfaatkan Kincir Air untuk Atasi Kekeringan"

(ncm/ega)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork