Pabrik-pabrik batu bata di Kamboja menggunakan limbah garmen dari 19 merek terkemuka sebagai bahan bakar. Imbasnya, beberapa pekerja dilaporkan sakit.
Berdasarkan laporan dari Liga Kamboja untuk Promosi dan Pertahanan Hak Asasi Manusia (LICADHO), ditemukan limbah garmen pra-konsumen, termasuk kain, plastik, karet, dan bahan lain dibakar. Pabrik-pabrik tersebut membakar limbah garmen untuk menghemat biaya bahan bakar.
Laporan tersebut didasarkan pada kunjungan pada 21 pabrik batu bata di Ibu Kota Kamboja, Phnom Penh dan provinsi tetangga Kandal serta wawancara dengan mantan pekerja dan pekerja saat ini. Kunjungan itu dilakukan antara April sampai September 2023. Pekerja pabrik batu bata melaporkan sering mengalami migrain, mimisan, dan penyakit lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beberapa pekerja melaporkan bahwa membakar limbah pakaian menyebabkan mereka sakit kepala dan gangguan pernapasan. Pekerja yang sedang hamil melaporkan bahwa hal itu membuat mereka merasa tidak enak badan," kata laporan tersebut dikutip dari Reuters, Senin (20/11/2023).
Menurut studi internal Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2020, pembakaran limbah garmen dapat melepaskan zat beracun bagi manusia jika tidak dikelola dengan hati-hati. Abu hasil pembakarannya juga dapat mengandung polutan tingkat tinggi. Studi tersebut juga menyebutkan zat beracun dioksin yang dapat menyebabkan kanker.
Sementara itu, berdasarkan laporan dari akademisi Inggris di Royal Holloway, Universitas London pada 2018 mengatakan sisa pakaian seringkali mengandung bahan kimia beracun, termasuk pemutih klorin, formaldehida, amonia, logam berat, PVC, dan resin. Di mana bahan kimia tersebut digunakan untuk proses pewarnaan dan pencetakan.
Merek-merek yang disebutkan dalam laporan LICADHO antara lain Adidas, C&A, LPP's Cropp and Sinsay, Disney, Gap, Old Navy, Athletica, Lidl Stiftung & Co's Lupilu, Walmart's No Boundaries, Primark, Reebok, Sweaty Betty, Tilley Endurables, Under Armour, dan Venus Fashion.
Di sisi lain, beberapa merek, termasuk Primark dan Lidl mengatakan sedang menyelidiki kasus tersebut. Sementara itu, Adidas yang mengambil sampel dari 16 pabrik di Kamboja mengatakan telah mulai penyelidikan untuk melihat apakah limbah dialihkan dari jalur pembuangan yang semestinya ke tempat pembakaran batu bata.
Kebijakan Lingkungan Adidas di Kamboja menyatakan semua bahan limbah dari pabrik garmen harus dibuang baik ke pabrik limbah sehingga menjadi energi yang disetujui dan memiliki regulasi penuh dan memiliki kendali kualitas udara maupun ke pusat daur ulang yang memiliki izin pemerintah.
Merek-merek lain menanggapi kasus tersebut, di antaranya Primark yang mengambil sampel dari 20 pabrik di Kamboja, mengatakan pihaknya sedang menyelidiki masalah ini. Sweaty Betty tidak mengomentari kasus tersebut lebih spesifik. Pihaknya hanya mengatakan akan bekerja sama untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap kode etik lingkungan.
Sementara itu, C&A mengatakan pihaknya mematuhi undang-undang dan peraturan setempat dan memantau pemasoknya melalui penilaian pihak ketiga dan kunjungan tindak lanjut oleh staf lokalnya. Dikatakan pihaknya segera menyelidiki segala kejanggalan.
Tilley Endurables mengatakan turut prihatin dengan kasus tersebut dan hanya bekerja dengan pabrik yang telah lulus audit. Tilley mengatakan pabrik yang memproduksi barang- barangnya telah diaudit oleh World Responsible Accredited Production (WRAP) dan telah berkomitmen untuk memastikan pengelolaan limbah yang tepat berdasarkan undang-undang setempat dan standar yang diakui secara Internasional. Namun, merek-merek lain tidak segera merespons.
(ara/ara)