Karena dalam aturan itu tertuang bahwa industri tembakau dilarang beriklan dan promosi produk tembakau pada media online, aplikasi elektronik, hingga media sosial. Hal ini disebut berdampak buruk pada keberlangsungan industri periklanan dan media di Indonesia.
Selain itu, aturan tersebut semakin memperketat iklan rokok di media penyiaran seperti televisi dan radio. Dalam aturan tersebut jam tayang iklan rokok semakin dibatasi yang sebelumnya dari jam 21.30 sampai 05.00 pagi menjadi 23.00 sampai 03.00.
"Menurut TV itu adalah jam tidak produktif. Kita mengikuti aturan KPI. Jam tayang untuk anak-anak dewasa, remaja, itu kan sudah masuk jam tayang dewasa. Ini kalau diubah akan berdampak pada pendapatan industri televisi karena kalau dari jam 23.00 sampai 3 subuh, itu yang nonton setan, tidak ada yang menonton," kata Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution, dalam acara diskusi Dampak Larangan Iklan, Promosi, dan Sponsorship Produk Tembakau pada RPP Kesehatan terhadap Industri Kreatif, di Meradelima Restaurant, Jakarta Selatan, Selasa (21/11/2023).
Kemudian Ketua Indonesia Digital Association (IDA) Dian Gemiano menyebut larangan total iklan rokok di media digital menjadi masalah baru bagi industri tersebut. Karena di tengah disrupsi yang tiada hentinya saat ini, larangan iklan rokok di media digital tentu akan menurunkan pendapatan perusahaan.
"Kerugian itu 20% dari revenue. Bagi media digital itu sangat signifikan, di tengah disrupsi media digital saat ini juga tengah mencoba bertahan. Kehilangan 20% dari revenue itu bukan hanya hilang duit saja, itu dampaknya ke operasional, karena disrupsi, bisnis juga kalau kehilangan 20% otomatis kan cut cost cut cost," ujarnya.
Untuk itu industri kreatif yang terdiri dari berbagai asosiasi periklanan, media digital hingga media penyiaran, menyurati Menkes Budi Gunadi. Berikut ini poin-poin yang disampaikan para pelaku usaha dalam surat tersebut kepada Menkes.
Pertama, industri kreatif dan penyiaran serta para tenaga kerjanya sangat terancam jika larangan total iklan produk tembakau diberlakukan. Melansir Data TV Audience Measurement Nielsen, iklan produk tembakau bernilai lebih Rp 9 triliun sementara kontribusi tembakau terhadap media digital mencapai sekitar 20% dari total pendapatan media digital di Indonesia yaitu sekitar ratusan miliar per tahun.
Terlebih lagi, berdasarkan Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di tahun 2021, industri kreatif memiliki lebih dari 725 ribu tenaga kerja dan secara umum, multi-sektor di industri kreatif juga mempekerjakan 19,1 juta tenaga kerja. Dengan kontribusi iklan industri produk tembakau, artinya penerimaan yang diperoleh industri kreatif akan menurun 9-10% yang akan berdampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja dan pendapatan industri kreatif.
Kedua, industri kreatif nasional patuh pada aturan iklan produk tembakau yang telah ditetapkan dan turut mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan prevalensi perokok anak. Selama ini, industri kreatif nasional senantiasa mematuhi peraturan yang berlaku dan iklan rokok telah diatur melalui sejumlah regulasi produk tembakau, diantaranya PP 109/2012 serta ketentuan yang telah diatur secara detil dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI).
Dalam hal ini, penyempitan jam tayang iklan rokok di TV dalam RPP Kesehatan dinilai diskriminatif bagi industri kreatif nasional yang telah mematuhi segala aturan perikanan produk tembakau.
Ketiga, industri kreatif nasional tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan dan partisipasi publik RPP Kesehatan. Janoe mengaku selaku Wakil Ketua DPI tidak pernah diinformasikan dan dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan yang akan berdampak terhadap keberlangsungan usaha.
Selain itu, kementerian pembina senior asosiasi bernaung juga tidak diajak berpartisipasi dalam mengkonsultasikan baik buruknya rancangan yang akan dijalankan kepada publik dan pihak terkait.
Dengan ini, para pemangku kepentingan industri kreatif nasional menolak poin larangan total iklan produk tembakau dengan berbagai pertimbangan untuk dapat ditinjau ulang dan berharap penyusunan RPP Kesehatan dapat dilakukan lebih terbuka dengan melibatkan para pihak yang terdampak atas peraturan yang terkandung di dalamnya.
Surat yang dikeluarkan oleh Sekretariat Bersama Asosiasi Bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan, dan Penyiaran tersebut mewakili aspirasi dari beragam asosiasi, yaitu Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P31), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), Indonesian Digital Association (IDA), Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya Indonesia (AMLI), dan Ikatan Rumah Produksi iklan Indonesia (IRPII).
(ada/kil)