Pemerintah telah mengeluarkan aturan terkait ekspor laut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut beberapa bulan lalu. Aturan itu menuai kritik dari berbagai pihak.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan sampai saat ini pihaknya masih menunggu rekomendasi kelayakan ekspor pasir dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Jadi, keputusan ekspor pasir bukan serta merta dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).
"Ekspor pasir laut, saya nggak setuju sebetulnya, tetapi sudah ada Keputusan Presiden. Ekspor pasir laut itu di KKP itu aturannya, takarannya beda. Takarannya ada dari ESDM, beda. Kami menunggu dari Kementerian ESDM, karena perdagangan nggak bisa atur tambang. Seperti tadi bapak bilang ada ini, kadarnya ini, itu ESDM, kami melaksanakan tugas saja," kata pria yang akrab disapa Zulhas dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI Senayan, Jakarta Pusat, Senin (27/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zulhas mengatakan jika sudah ada rekomendasi dari Kementerian ESDM terkait kadar pasir yang layak diekspor, maka Kemendag tinggal mengeluarkan rekomendasi ekspornya.
"Kalau sana oke, ya sudah kita jalan. Kita nggak bisa ikut campur apa itu isinya, kalau ESDM oke, bisa ekspor, bisa memenuhi kadarnya, kami nggak masalah. Kalau ESDM (bilang) pasir lautnya nggak bisa begini-begini, ya nggak bisa. Kalau ESDM mengatakan ini oke, ini bisa, ya kami baru bikin Permendag-nya," terang dia.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono telah buka-bukaan soal alasan pembukaan izin ekspor pasir laut. Praktik ekspor pasir laut sendiri tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang baru terbit 15 Mei 2023.
Trenggono mengatakan sebetulnya pemerintah menerbitkan aturan ini dengan tujuan memberikan dasar hukum pada pemanfaatan pasir yang terbentuk dari sedimentasi di dalam laut. Sedimentasi laut dinilai dapat menjadi material yang sangat cocok untuk digunakan pada kebutuhan reklamasi.
Dia mengatakan selama ini kebutuhan reklamasi sangat besar di Indonesia, namun seringkali merusak lingkungan karena material yang diambil adalah mengeruk pasir dari pulau-pulau.
"Jadi terhadap PP 26 yang mau saya sampaikan di sini bahwa kebutuhan reklamasi begitu besar di Indonesia. Kalau ini didiamkan dan tidak diatur maka bisa jadi pulau-pulau diambil jadi reklamasi dan berakibat kerusakan lingkungan. Atas dasar itu terbitlah PP, boleh untuk reklamasi, tapi harus gunakan pasir sedimentasi," papar Trenggono dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (31/5/2023).
(ada/kil)