Hampir semua atau mayoritas pedagang kopi keliling yang tinggal di kampung starling jalan Prapatan Baru, Kwitang, Jakarta Pusat, merupakan perantau asal Kabupaten Sampang, Madura. Lalu bagaimana sejarahnya?
Ketua RT setempat, Iwan, mengatakan keberadaan para perantau asal Madura di kawasan ini sebenarnya sudah ada sejak lama bahkan sebelum tahun 2000an. Para perantau ini sengaja datang ke Jakarta untuk mengadu nasib dengan membuka usaha kecil-kecilan.
Namun seiring berjalannya waktu, ternyata usaha kecil-kecilan yang dilakoni para perantau ini membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Dari sana kemudian mereka mulai mengajak keluarga atau kenalan dari kampung (Madura) untuk ikut merantau di Jakarta.
"Jadi kalau ini orang-orang Sampang (salah satu Kabupaten di Pulau Madura) semua. Jadi antara kita aja, misalnya abang mengajak saudara 'oh lumayan nih hasilnya' dari pada saudara-saudara (di kampung) menganggur kan 'ayo dagang kopi aja di Jakarta yuk ikut saya' umpanya," ucap Iwan kepada detikcom, ditulis Minggu (10/12/2023).
Meski begitu, Iwan menjelaskan pada awalnya para perantau asal Madura ini tidak langsung berjualan kopi keliling seperti sekarang, melainkan minuman botol. "Kalau dagang ini memang sudah lama, tapi nggak starling, bukan pedagang kopi. Dulu nggak seperti ini (dihuni para pedagang starling), dulu kan pedagang teh botol mereka itu," kata Iwan
Namun kondisi ini berubah pada 2009 lalu saat Pemprov DKI Jakarta melarang para pedagang kaki lima berjualan bebas di pinggir-pinggir jalan dan tempat-tempat ramai pengunjung seperti Monas dan Lapangan Banteng. Akibatnya banyak dari mereka yang kesulitan untuk menjajakan minuman botol menggunakan gerobak dorong, terlebih ketika harus berhadapan dengan Satpol PP saat penertiban.
Karena kondisi ini, menurut Iwan ada salah seorang pedagang minuman botol yang berinisiatif untuk merubah dagangannya menjadi kopi sachetan. Hal ini dilakukan agar barang dagangannya semakin ringkas untuk dibawa, terlebih saat perlu menghindari kejaran Satpol PP.
"Dulu kan 2009 itu kan Monas masih bisa bebas (berjualan) dulu itu, ke bawah tahun (2009) ke bawah. Apalagi kalau malam minggu atau hari-hari biasakan kan masih (bisa berjualan) pakai gerobak dorong itu, gerobak-gerobak dorong itu kan dagang-dagangnya," jelas Iwan.
"Dari 2009 itu muncul lah pedagang kopi ini (starling), satu orang dulu, nggak sebanya ini dulu. Mungkin dilihat ramai (pembeli), kopi ini kan ringkas tuh. Melihat ramai itu mungkin jadi pada ngikut, eh benar-benar jadi ramai," tambahnya.
Senada dengan yang disampaikan Iwan, seorang agen kopi starling Nia mengatakan pada awalnya kawasan ini memang sudah lama dihuni para perantau dari Madura yang membuka usaha kecil-kecilan berjualan minuman botol di Jakarta. Namun ia tidak tahu persis sejak kapan para pedagang ini tinggal di Jakarta.
Sebab ia bukanlah orang pertama yang membuka usaha di kawasan tersebut. Bahkan sejak ia tinggal di gang ini 20 tahun yang lalu, sudah ada cukup banyak perantau dari Madura yang membuka usaha kecil-kecilan dan mengadu nasib di kawasan tersebut.
"Udah dari 20 tahun yang lalu sih, cuman yang pertama buka bukan saya tapi orang lain, saya baru ngejalanin usahanya (menjadi agen starling) baru beberapa tahun (sebelumnya dijalani orang tua). Banyak sih (sosok yang merintis usaha minuman botol di Jakarta), cuma yang paling pesat ya daerah sini (Kwitang) doang," tambahnya.
Namun seiring berjalannya waktu ternyata usaha kecil-kecilan ini memberikan hasil yang cukup besar. Akhirnya banyak di antara para perantau ini yang mengajak kerabat, teman, atau kenalannya dari kampung untuk ikut berdagang minuman botol di Jakarta.
Karena banyak di antara mereka yang datang karena diajak keluarga atau kenalan, alhasil banyak perantau dari Madura ini berkumpul tinggal di kawasan yang sama atau berkumpul di satu titik, termasuk di kawasan Kwitang ini. Karena itu lambat laun kawasan ini semakin dipenuhi para pedagang minuman dan menjadi 'perkampungan' kecil nyelip di tengah padatnya ibu kota.
"Karena dari dulu ya dari pulau Madura itu ada yang bawa saudaranya pindah ke rantauan (Jakarta) jadi pedagang. Dagangnya cuma kecil-kecilan (jualan minuman dingin), ternyata besar kaya pesat (pertumbuhan usahanya) gitu lho, jadi ya makin besar makin besar bawa kenalan lagi dari kampung ngumpul semua di sini," terang Nia.
Kondisi ini membuat gang kecil di Kwitang ini secara tidak sengaja menjadi 'sentra' atau pusat para pedagang minuman di Jakarta Pusat. Pada satu titik para pedagang minuman ini mulai mengalihkan usahanya menjadi tukang kopi keliling atau starling.
Begitu pula dengan para agen yang kemudian ikut merubah barang dagangannya dari minuman-minuman botol jadi rentengan sachet kopi instan dan minuman manis lainnya. Meski begitu Nia mengatakan pada akhirnya tidak semua ikut berjualan kopi keliling, sebab ada juga yang menjajakan dagangan lain meskipun mayoritas adalah tukang starling.
"Kan saudara-saudara semua juga pada dagang, ada yang pakai gerobak, ada yang jualan mie ayam, ketoprak gitu, kan variasi (dagangannya) banyak. Cuma dari saudara saya kopi semua sih, pedagang kopi," jelas Nia.
(das/das)