Lipsus Kampung Starling

Pedagang Starling Ini Rela Nggak Makan Seharian Demi Anak-Istri Dapat Uang

Ignacio Goerdi Oswaldo - detikFinance
Minggu, 10 Des 2023 21:45 WIB
Jaroy. (Foto: Ignacio Geordi Oswaldo/detikcom)
Jakarta -

Kerasnya Ibu Kota membuat pedagang kopi keliling alias starling kewalahan mencari rezeki. Bahkan tidak jarang mereka harus berkorban untuk tidak makan agar keluarga di kampung halaman bisa kenyang.

Hal ini seperti yang dialami seorang pedagang starling yang biasa mangkal di dekat Plaza Atrium Senen, Jaroy. Bahkan saat ditemui detikcom pada Senin (4/12/2023) kemarin, ia sempat bercerita bagaimana dirinya harus 'berpuasa' seharian agar bisa menyimpan sedikit uang untuk kemudian dikirim ke kampung.

Hari itu Jaroy mengaku kalau dirinya belum makan sedari kemarin, Minggu (3/12), karena tidak memiliki cukup uang. Hal ini tentu membuat kondisi badannya menjadi lemas tak bertenaga meski harus berjualan kopi.

Parahnya lagi pada Senin malam itu hujan turun cukup lama di kawasan tempat Jaroy biasa menjajakan kopi dagangannya. Kondisi ini membuat dia harus hujan-hujanan sembari menunggu adanya pembeli.

Beruntung hari itu seorang pedagang bakso yang mangkal di dekat ia berjualan memberikan semangkuk dagangannya untuk Jaroy. Berkat itu Jaroy bisa mengisi perutnya yang sudah kosong sejak kemarin.

"Kadang kalau nggak dapat pelanggan yang nggak makan, semalam saja nggak makan sampai tadi (sore hari sekitar pukul 17.00 WIB). Tadi saya mau ngebakso (beli bakso) nggak diminta uangnya, 'udah nggak usah bayar' katanya, kasihan dia lihat dari kemarin belum makan saya," kata Jaroy, ditulis Minggu (10/12/2023).

Di luar itu Jaroy juga bercerita bila ia biasanya hanya membeli sebungkus nasi sebelum pergi berdagang. Namun sebungkus nasi itu tidak langsung dihabiskannya dalam sekali makan. Biasanya ia membagi bekalnya itu untuk dua sampai tiga kali makan tergantung kondisi keuangan.

"Ya ngurang-ngurangin makan, kadang nasi satu bungkus jadi (untuk makan) tiga kali dua kali gitu biar ada sisanya (uang) dikit-dikit gitu (untuk dikirim ke kampung). Kalau habis ngirim tuh nggak belanja (keperluan dagang) dulu, yang penting buat anak istri," jelasnya.

Parahnya lagi saat musim hujan seperti sekarang ini pendapatan Jaroy kian menipis. Hal ini disebabkan saat hujan turun banyak karyawan di perkantoran jadi enggan untuk keluar hanya untuk sekadar membeli kopi.

Alhasil setelah seharian berjualan, dari pukul 2 siang hingga pukul 2-3 pagi, ia hanya bisa mengumpulkan pendapatan kotor kurang-lebih Rp 50.000 sampai Rp 80.000. Padahal semua itu hanya dilakukan agar ia bisa mengirim sejumlah uang untuk keluarganya di rumah.

"Masih penuh dagangannya ini, paling laku berapa. Susah buat makan sekarang susah, belum lagi untuk mengirim yang di kampung, nggak bisa sekarang. Anak istri kan di kampung, kalau di bawa ke sini (Jakarta) mau kasih makan apa?" kata Jaroy.

"Kalau ada uang baru transfer ke tetangga saya itu (di kampung untuk diberikan ke istri). Ya dikit-dikit, kadang Rp 200.000 kadang Rp 300.000 sih kalau ada itu. Untuk yang di kampung belanja itu," terangnya lagi.




(das/das)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork