Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi lebih lambat pada tahun politik 2024. Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun depan sedikit menurun dibandingkan prediksi tahun ini.
"Kami menyimpulkan proyeksi pertumbuhan pada tahun 2024 akan berada di kisaran 4,9-5%. Jadi akan sedikit terkoreksi akan sedikit melambat dibandingkan tahun ini yang diprediksi 5%," kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal dalam Core Economic Outlook 2024 di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Selasa (12/12/2023).
Penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi sedikit terkoreksi, salah satunya karena tahun depan ada Pemilu yang membuat semua pihak berhati-hati hingga berbagai kondisi negara maju yang masih mengalami kontraksi.
Faisal mencontohkan krisis properti di China yang dinilai berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perekonomian global dan Indonesia. China merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Kemudian China juga merupakan negara dengan penyumbang pertumbuhan ekonomi di dunia.
"Sektor properti itu menyumbang 24% sampai 30% daripada PDB China, dan China menyumbang perekonomian dunia dalam 10 tahun terakhir kurang lebih 41%. Jauh lebih besar dari Amerika Serikat (AS) 22% dan Eropa hanya 9%," jelas dia.
Selain itu, yang berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan adalah harga komoditas yang melemah, seperti harga minyak mentah, minyak kelapa sawit, batu bara, hingga logam dasar.
Kemudian, konsumsi domestik diperkirakan melemah karena upah yang belum naik signifikan. Hal ini membuat kalangan menengah bawah akan menahan konsumsi, tercermin dengan menurunnya penjualan kendaraan bermotor dan rumah.
Lalu, inflasi umum diprediksi turun pada 2024. Faisal memprediksi inflasi tahun depan di angka 2,5-3%. Namun, yang menjadi masalah adalah kenaikan harga pangan yang menyebabkan inflasi pangan diprediksi akan lebih tingggi.
"Konsumsi rumah tangga stabil akan cenderung melemah, investasi relatif stabil karena perlambatan karena faktor tahun politik diredam dengan kebijakan hilirisasi, ekspor melemah karena surplusnya menipis, belanja pemerintah menguat," pungkas dia.
(ada/ara)