Desakan muncul dari asosiasi maskapai penerbangan di Indonesia untuk meninjau kembali tarif batas atas dan bawah tiket pesawat. Tarif tiket pesawat harus dikaji ulang untuk memberi fleksibilitas bagi maskapai dalam menyesuaikan tarifnya di tengah kenaikan harga operasional penerbangan.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi buka suara soal usulan ini. Menurutnya, sebetulnya memang tarif penerbangan harus ditinjau ulang, bahkan pihaknya mulai mempertimbangkan untuk menaikkan tarif batas atas pesawat.
Tapi, Budi Karya mengatakan pihaknya tak mau terburu-buru melakukan kebijakan tersebut. Pihaknya masih mau menghitung dan mengkaji soal kenaikan tarif penerbangan, setelah dihitung pihaknya perlu melakukan konsultasi soal nilainya ke publik dalam hal ini ke asosiasi konsumen ataupun para pengamat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sedang mereview, kalau fair-nya seharusnya kita memang mempertimbangkan itu menaikkan TBA. Tapi kami biasanya sangat berhati-hati menghitung harga pokok itu berapa dan dikonsultasikan ke YLKI, beberapa pengamat, kemudian minta persetujuan Menkomarinves. Tapi ada kecenderungan untuk melakukan itu," ungkap Budi Karya ditemui di Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat (29/12/2023).
"Ini kita ingin mengupayakan agar keseimbangan itu terjadi," sebutnya lagi.
Asosiasi maskapai sendiri juga meminta lebih baik lagi agar tarif penerbangan diserahkan ke pasar tanpa ada tarif batas, soal hal ini Budi Karya menolak. "Nggak boleh kalau itu," katanya.
Pada dasarnya, Budi Karya mengaku paham soal keresahan pengusaha penerbangan soal penentuan tarif. Menurutnya, saat ini banyak faktor yang membuat biaya operasional maskapai naik.
Mulai dari harga leasing pesawat yang makin mahal, langkanya suku cadang pesawat, hingga mahalnya harga avtur. Tiga masalah ini membebani usaha maskapai.
"Saya mau melihat yang internasional dulu, bahwa secara internasional industri aviasi ini sedang bermasalah. Faktornya banyak, faktor utama adalah nilai leasingnya naik, harganya naik. Kedua suku cadangnya terbatas. Ketiga avturnya mahal," sebut Budi Karya.
Di sisi lain, jumlah armada pesawat di Indonesia juga makin berkurang dibandingkan sebelum pandemi. Jumlah armada ini tidak bisa mengimbangi permintaan terbang yang menanjak tajam. Prinsip ekonomi pun berlaku, saat penawaran jumlahnya lebih sedikit daripada permintaan, maka harga akan naik.
Malah menurutnya masalah kekurangan pesawat mungkin bisa terjadi sampai tahun depan. Pasalnya, sampai saat ini suku cadang pesawat masih terbatas jumlahnya dan makin mahal harganya.
"Kembali ke Indonesia, maka jumlah pesawat yang ada di Indonesia berkurang. Dari 650 sekarang tinggal 400an. 400 pun dengan keadaan suku cadang terbatas, bisa berkurang lagi tahun depan," beber Budi Karya.
Asosiasi Maskapai Penerbangan Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/Inaca) sebelumnya mengusulkan agar tarif penerbangan disesuaikan dengan mekanisme pasar. Asosiasi meminta aturan tarif batas atas lebih baik dihapus.
Maskapai menilai penentuan tarif tiket pesawat minimal harus dikaji ulang batasannya untuk memberi fleksibilitas bagi maskapai dalam menyesuaikan tarifnya. Hal ini dinilai dapat memberikan keberlanjutan bisnis penerbangan di Indonesia.
"Salah satu usulan kita kalau bisa tarif batas atas ini ditiadakan, sehingga harga tiket ini nanti menyerahkan ke mekanisme pasar," ujar Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja usai melaksanakan Rapat Umum Anggota (RUA) INACA, di Jakarta, November lalu.
(hal/das)