Penyelundupan Satwa Liar ke RI Masih Marak dari Kakatua hingga Ular Chondro

Penyelundupan Satwa Liar ke RI Masih Marak dari Kakatua hingga Ular Chondro

Samuel Gading - detikFinance
Selasa, 02 Jan 2024 13:32 WIB
Ratusan satwa ilegal diamankan dari upaya penyelundupan di Surabaya, Jawa Timur. Satwa yang diamankan di antaranya 633 burung dan kura-kura asal Makassar.
Ilustrasi penyelundupan satwa - Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Jakarta -

Penyelundupan satwa liar ilegal masih marak terjadi di Indonesia. Balai Besar Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan DKI Jakarta Badan Karantina Indonesia (BKI) mengaku telah menangkap sebanyak 378 hewan selundupan sepanjang 2023. Menurut mereka, fenomena penyelundupan satwa liar ilegal masih sering terjadi karena permintaan konsumen dalam negeri yang masih tinggi.

"Penjualan atau permintaan konsumen terhadap satwa liar untuk dipelihara para orang yang punya hobi masih banyak. Berbagai jenis ular eksotik seperti ular sanca, ular chondro dan ular jenis lain serta berbagai jenis burung seperti kakatua raja dan nuri, jenis primata lainnya sering diselundupkan," tulis Kepala Balai Besar Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan DKI Jakarta, Hasrul, dalam keterangan resmi, Selasa (2/1/2024).

Berdasarkan laporan bertajuk Kinerja Substansi Pengawasan dan Penindakan Tahun 2023, Hasrul menjelaskan bahwa total 378 hewan selundupan itu berasal dari berbagai daerah seperti Pulau Biak dan Papua. Hewan-hewan yang ditangkap kemudian diserahterimakan kepada sejumlah instansi seperti Taman Safari Indonesia dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kendati demikian, Hasrul mengatakan Balai Besar Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan DKI Jakarta tidak sendiri dalam melakukan operasi penangkapan tersebut.

"Kerja sama dengan beberapa instansi seperti Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Polairud Baharkam Polri, Polres Tanjung Priok dan Polres Jakarta Utara sangat membantu optimalisasi penjagaan di pelabuhan," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Di bidang Karantina Hewan, Hasrul pun mengatakan pihaknya pun telah memberikan sertifikasi pelepasan impor sebanyak lebih dari 22 ribu kali dengan volume lebih dari 1,1 juta ton sepanjang 2023. Kendati frekuensi impor mengalami fluktuasi sejak 2021 hingga 2023, tren volume impor cenderung meningkat dari 794 ribu ton pada 2021 menjadi 1 juta ton pada 2022 hingga 1,1 juta ton pada 2023.

Berbeda dengan impor, Hasrul menjelaskan sertifikasi dan volume ekspor karantina hewan secara konsisten meningkat sejak tahun 2021 hingga 2023. Capaian peningkatan frekuensi dan volume ekspor pada tahun 2023 masing-masing 40% dan 92%. Kegiatan pelayanan antar area juga menunjukkan penurunan frekuensi dan volume sebesar 32% dan 20% pada tahun 2023.

"Adapun kegiatan pelayanan antar area keluar mengalami dinamika dari tahun 2021 hingga 2023 dengan persentase peningkatan frekuensi sebesar 78% dan sedikit persentase penurunan volume sebesar 1,7%," bebernya.

Di bidang Karantina Tumbuhan, Hasrul menuturkan pihaknya telah memberi sebanyak 42 ribu sertifikasi pelepasan impor dengan volume lebih dari 5,6 juta ton. Kendati frekuensi impor juga mengalami fluktuasi sejak 2021 hingga 2023, pihaknya melihat tren volume impor sebetulnya cenderung menurun.

"Hampir sama dengan impor, sertifikasi dan volume ekspor karantina tumbuhan juga mengalami dinamika sejak tahun 2021 hingga 2023. Walaupun ada penurunan volume ekspor sebesar 7%, frekuensi ekspor meningkat sebesar 12% pada tahun 2023. Kegiatan sertifikasi pelayanan antar area masuk dan keluar juga menunjukkan fluktuasi dengan penurunan volume yang konsisten sejak 2021 hingga 2023 pada pelayanan antar area masuk dan peningkatan volume yang konsisten sejak 2021 hingga 2023," bebernya.

Gandum pun menjadi komoditas impor karantina tumbuhan yang utama dengan volume sebesar lebih dari 2,7 juta ton. Sedangkan untuk karantina hewan, susu menjadi komoditas impor dengan volume terbesar sekitar 373 ribu ton pada 2023. Tingginya impor susu dinilai berdampak positif terhadap tingginya ekspor produk susu yaitu sebesar 30 ribu ton.

"Sudah tidak adanya larangan ekspor minyak sawit juga menempatkan produk minyak sawit sebagai komoditas ekspor karantina tumbuhan yang paling tinggi secara frekuensi dan volume, yaitu masing-masing 1798 kali dan 347 ribu ton," ungkapnya.

Selain itu, meski telah mencatatkan nilai ekonomi ekspor karantina hewan dan tumbuhan masing-masing sebesar Rp 2 triliun dan Rp 25 triliun, pihaknya melihat jumlah nilai ekonomi ekspor mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan nilai ekonomi ekspor 2022. Hal ini disinyalir akibat gejolak geopolitik antara Rusia dan Ukraina, disusul dengan konflik Israel Palestina cukup mempengaruhi arus perdagangan logistik di dunia.

Di sisi lain, frekuensi ekspor sebetulnya meningkat terjadi karena sejumlah hal. Di antaranya, pemulihan perekonomian global pasca wabah Covid-19, bertambahnya diversifikasi produk ekspor dan Negara tujuan ekspor, serta peningkatan kepatuhan para eksportir untuk melapor ke karantina.

Keberhasilan koordinasi dengan instansi terkait juga turut berpartisipasi dalam peningkatan kepatuhan pelaporan atas kegiatan tindakan karantina antar area.

"Kegiatan wasdak juga turut berkontribusi dalam meningkatkan kepatuhan pemilik barang sehingga berimbas pada penurunan tindakan penahanan, penolakan dan pemusnahan. Beberapa kegiatan strategis wasdak tersebut seperti patroli gabungan, forum group discussion, bimbingan teknis, koordinasi dengan instansi terkait serta penerbitan kartu identitas Kuasa Pemilik Media Pembawa (KPMP)," tandasnya.

Lihat juga Video 'Petugas Karantina Parepare Gagalkan Penyelundupan Satwa Dilindungi':

[Gambas:Video 20detik]



(kil/kil)

Hide Ads