Perdagangan Tanaman 'Kontroversial' Kratom Mau Diatur, Ini Rencana Kemendag

Perdagangan Tanaman 'Kontroversial' Kratom Mau Diatur, Ini Rencana Kemendag

Aulia Damayanti - detikFinance
Jumat, 05 Jan 2024 16:55 WIB
Petani memetik daun purik atau KRATOM yang menjadi komoditi unggulan Kapuas Hulu. Petani Kratom yang juga nasabah KUR Bank BRI di Bika, Kapuas Hulu ini bisa meraup omzet Rp 48 juta perbulan setiap kali panen. Ditanah seluas 4 hektar (+/- 4000 batang pohon), petani ini bisa panen kratom hingga 1,6 Ton (sudah dalam bentuk bubuk/halus).
Kratom. Foto: Rachman_punyaFOTO
Jakarta -

Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengatur bagaimana tata niaga tanaman kratom. Kratom sendiri merupakan salah satu komoditas tanaman yang masuk ke dalam golongan I kategori narkotika.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag, Didi Sumedi menjelaskan penataan yang direncanakan itu terkait bagaimana perdagangan atau ekspor tanaman kratom tidak menyalahi aturan internasional. Karena seperti diketahui taman itu mengandung zat adiktif atau tergolong narkotika.

"Dari sisi pemerintah sepanjang itu nanti tidak menyala aturan internasional. Tarulah itu ada mengandung zat adiktifnya, kita akan atur," jelas dia ditemui di Kementerian Perdagangan, Jumat (5/1/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, pembahasan terkait tata niaga tanaman kratom belum juga selesai. Kemendag sendiri masih menunggu laporan dari Badan Narkotika Nasional (BNN).

"Belum (belum selesai pembahasan), kita masih nunggu BNN salah satunya seperti apa," jelas dia.

ADVERTISEMENT

Didi mengakui bahwa tingginya potensi ekspor untuk tanaman kratom sangat besar. Bahkan sudah ada permintaan dari Amerika agar tanaman itu jangan dilarang untuk diperdagangkan atau diekpsor.

"Kita sudah beberapa waktu lalu dari Amerika sudah ada permintaan mereka ingin untuk kratom ini jangan dilarang. Mostly Amerika (importir terbesar kratom), karena yang bisa memanfaatkan ya Amerika," pungkas dia.

Namun sebelumnya, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Marthinus Hukom memberikan responsnya terkait peredaran tanaman kratom yang disebut sebagai narkotika jenis baru. Menurutnya, BNN akan menunggu hasil penelitian dan mengikuti segala keputusan yang dibuat pemerintah.

"Pada dasarnya BNN akan mengikuti apa yang menjadi keputusan pemerintah," ungkap Marthinus dalam keterangan tertulis, Jumat (29/12/2023).

Tahun lalu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membahas soal tata niaga kratom.

Zulhas sendiri mengatakan petani asal Kalimantan Barat untung besar karena perdagangan kratom. Menurutnya, pemerintah akan menata perdagangan kratom.

"Ya laporan pekerjaan, antara lain laporan mengenai jenis tanaman kratom. Itu kan menguntungkan petani di Kalimantan Barat, jadi untuk ditata perdagangannya," ujar Zulhas kepada wartawan usai pertemuan dengan Jokowi, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (27/11/2023).

Kratom sendiri memang disebut paling berpotensi dan menguntungkan dari karet dan sawit. Hal ini diungkap oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (Perkrindo) Yosef menjelaskan, dengan modal yang lebih sedikit kratom bisa menghasilkan lebih banyak uang.

Dari hitungannya, karet menghasilkan sekitar Rp 1,5 juta per bulan dengan asumsi 1.000 pohon per hektare, dan asumsi kerja 15 hari per bulan. Sementara sawit bisa menghasilkan sekitar Rp 4,5 juta per bulan per satu hektare.

Asumsinya, jumlah panen dalam satu hektare kebun sawit mencapai 2-3 ton dan dengan harga Tandan Buah Segar (TBS) di kisaran Rp 1.300-1.500 per kilogram. Sementara kratom disebut bisa menghasilkan Rp 25 juta per bulan dengan asumsi 2.500 pohon.

"Kalau sawit itu kurang lebih Rp 4,5 juta per bulan per satu hektare. Dengan estimasi 2-3 ton per hektare, kalau harganya Rp 1.000-an lebih, Rp 1.500 sampai Rp 1.300. Kalau kratom Rp 25 juta per hektare per bulan, asumsi 2.500 batang," ujarnya dalam Audiensi dengan Komisi IV DPR RI, Senayan Jakarta, Senin (4/12/2023).

(ada/das)

Hide Ads