Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengeluhkan perizinan masuk dan pembangunan mal di Indonesia ruwet dan membutuhkan dokumen yang sangat banyak. Selain itu, pengusaha juga menyoroti praktik impor ilegal.
Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah, mengungkapkan perizinan masuknya supermarket hingga mal asing sulit mendapatkan perizinan dari pemerintah. Menurutnya memerlukan sekitar lebih dari 50 perizinan sehingga proses ekspansi menjadi sangat lambat dibandingkan negara tetangga lainnya, seperti Vietnam dan Kamboja.
Budi mengatakan kondisi seperti ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut mengingat perdagangan ritel adalah sektor yang selama ini telah menjadi tulang punggung bagi perekonomian Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebuah mall ternama yang dalam 8 tahun melakukan ekspansi ke Negara ASEAN, terbukti hanya bisa mendirikan 5 mal saja di Indonesia, tertinggal jauh dibandingkan di Vietnam yang berhasil mendirikan 30 mal, dan di Kamboja sebanyak 10 mal," kata dia dalam keterangannya, dikutip Kamis (18/1/2024).
Budihardjo menambahkan, banyak investasi yang seharusnya bisa masuk ke Indonesia akhirnya berpindah misalnya ke Vietnam. Ia mencontohkan sebuah Department Store ternama di Asia, hanya berhasil membuka 1 toko saja dalam kurun 8 tahun.
"Sementara dalam waktu yang sama berhasil mendirikan 35 mal, 230 toko dalam bentuk supermarket, hypermarket, dan beberapa line ritel lainnya," ungkapnya.
"Apabila hal ini terus berlangsung dan tidak ada solusi dari pemerintah, maka asosiasi ritel dan ekosistemnya yang menaungi lebih dari 10 juta karyawan ini akan terus bertumbangan," lanjutnya.
Pengusaha mal juga menyoroti kebijakan pengetatan impor yang disebut mengakibatkan banyak peluang menjadi hilang. Peluang ekspansi ke berbagai wilayah di Indonesia menjadi menguap ke karena saat ini banyak toko-toko yang menjual barang branded mulai kosong dan kehabisan stok.
Selain itu, Budi mengungkap kini harga barang branded di Indonesia semakin mahal. Ia membandingkan harga barang branded di Indonesia 40% lebih mahal dari di negara tetangga.
Opsi berbelanja ke luar negeri kemudian banyak dipilih konsumen dalam negeri karena lebih murah dan pilihannya lebih lengkap. Itu artinya Indonesia kehilangan peluang menjadi destinasi berbelanja bagi turis asing, karena harga-harganya mahal.
"Sebuah toko elektronik di Indonesia, misalnya, kini memiliki jumlah SKU hanya 60% dari jumlah SKU di Singapura dan Malaysia. Harga barang branded di Indonesia didapati lebih mahal 40% dibandingkan di Singapura dan Malaysia,"
Budi mengatakan kondisi ini mengakibatkan praktik jasa titip atau jastip yang tidak membayar pajak dan impor illegal menjadi semakin menjamur. Sektor UMKM pun turut terdampak karena pengetatan impor bahan baku sehingga produksi produk dalam negeri juga terdampak.
"Selama ini kita ketahui bersama bahwa peritel pun telah banyak berperan dalam membantu UMKM dan produsen lokal dalam jaringan ekosistem rantai pasok tersebut," ucapnya.
"Pemerintah telah membuat berbagai peraturan yang baik namun kurang tepat dalam mengatasi permasalahan impor ilegal ini. Dampak yang serius dialami oleh pelaku impor legal. Pada beberapa kali dengar pendapat terbuka, kami juga sudah menyampaikan kondisi di lapangan namun peraturan tetap diterbitkan," tambah dia.
Impor ilegal ini, menurut Budihardjo merugikan banyak pihak. Dari sisi pemerintah, tidak ada pemasukan pajak impor dan PPN. Pengusaha dalam negeri yang berusaha secara legal dan mengikuti regulasi malah kesulitan mendapatkan barang, sehingga tidak hanya sulit untuk berkembang, tetapi juga sulit untuk bertahan di pasar. Dari sisi konsumen, barang impor ilegal ini tidak memenuhi syarat keamanan konsumen sesuai regulasi.
Pihaknya berharap peraturan-peraturan yang mempersulit impor yang legal dipermudah, supaya bisnis tetap berkembang. Pemerintah perlu untuk mengambil langkah-langkah tegas dan menyeluruh terhadap impor ilegal.
Cara yang efektif dilakukan adalah melibatkan pengawasan ketat terhadap jalur masuk impor ilegal dan melakukan inspeksi menyeluruh terhadap barang yang beredar di pasar. Serta, pentingnya penindakan hukum terhadap semua pihak yang terlibat dalam peredaran barang impor ilegal, mulai dari penjual, distributor, hingga importir.
"Pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah tegas dan menyeluruh untuk mengatasi impor illegal. Perizinan pembukaan toko ritel di Indonesia perlu disederhanakan dan dipercepat," pungkas Budihardjo.
Pengusaha ritel dan mal memohon bantuan pemerintah untuk segera mengambil tindakan konkrit yang diperlukan, mengingat masalah ini telah berlangsung lama dan semakin merugikan pelaku usaha yang beroperasi secara legal.
Pernyataan yang memprihatinkan ini dikeluarkan oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), dan HIPPINDO (Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia) serta 15 Asosiasi (Ritel dan Ekosistemnya) dalam konferensi pers yang diselenggarakan sebelum Musyawarah Nasional II HIPPINDO di Jakarta. Konferensi pers ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang tantangan yang dihadapi oleh sektor ritel dan meminta intervensi pemerintah untuk menyelamatkan sektor ritel.
Simak juga Video 'Mendag Temukan Barang Impor Ilegal yang Rugikan Negara 50 Miliar':