"Kami menyayangkan beberapa data tidak dikroscek secara detil yang kami khawatirkan bisa menyebabkan disinformasi di masyarakat," kata Amran pada keterangan pers, Senin (22/1/2024).
Pertama, terkait jumlah petani yang semakin sedikit. Amran menyampaikan, menurut Data Sensus Pertanian 2023 menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) mampu meningkat 8,74%.
Meskipun ada kondisi jumlah Usaha Pertanian Perorangan (UTP) menurun sebesar 7,45%, hal itu disebut karena usaha pertanian makin efisien karena meningkatnya penggunaan alat dan mesin pertanian yang menekan jumlah tenaga kerja.
Menurutnya, justru hal ini menunjukkan keberhasilan transformasi pertanian tradisional menjadi pertanian modern. Penggunaan mekanisasi berhasil membuat efisiensi waktu pengolahan lahan hingga 97,4%.
"Sebagai contoh, dulu bertanam butuh 20 orang untuk 1 hektar, kini cukup satu orang selama 5 jam. Begitu pula panen dengan combine harvester cukup 2 orang per hektar selama 4 jam. Ini sangat efisien!" tegas Amran.
Sebagai informasi, level mekanisasi pertanian Indonesia terus naik di mana pada tahun 2015 yang lalu hanya 0,5 Horse Power (HP) per hektar, tahun 2018, level mekanisasi pertanian Indonesia meningkat menjadi 1,68 HP per hektar dan terus naik tahun 2021 mencapai 2,1 HP dan diprediksi tahun ini menjadi sekitar 3,5HP/ha. Pemerintah menargetkan level mekanisasi Indonesia mampu setara dengan Jepang, Taiwan dan negara lainnya.
Kemudian, data BPS dalam Sensus Pertanian 2023 bahwa Jumlah Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB) meningkat 35,54%. Lalu, jumlah petani milenial yang berumur 19-39 tahun meningkat menjadi 6,183,009 orang atau sekitar 21,93% dari total petani Indonesia.
"Petani milenial saat ini 16,78 juta orang menurut data BPS terkini, dan terus akan bertambah. Pemerintah terus mendorong regenerasi petani dan terlihat berbagai program kita memberi dampak positif," jelasnya.
Dia menjelaskan, bahwa tema besar pembangunan pertanian Indonesia tahun 2024 adalah transformasi pertanian tradisional menuju pertanian modern, dengan maksud agar seluruh proses aktivitas pertanian menggunakan alat mesin pertanian modern.
"Contoh penggunaan rice transplanter, combine harvester, Rice Milling Unit (RMU) dan seterusnya," jelas dia.
Gagasan besarnya bertujuan menekan biaya produksi 50-60%, meningkatkan produktifitas 20-30%, planting index 1-2, peningkatan mutu, mengurangi kerugian, dan petani mampu bertransformasi ke sektor pertanian lainnya seperti pembibitan, perbengkelan, RMU dan dryer. Pemerintah berharap dengan ini secara otomatis jumlah petani tradisional berkurang, namun kesejahteraan petani meningkat.
"Ini terbukti dengan tercapainya Nilai Tukar Petani (NTP) 117,76 tertinggi dalam sejarah pertanian Indonesia," jelas dia.
Jawab Kritikan Subsidi Pupuk Makin Besar
Kemudian, terkait pupuk subsidi yang disebut semakin besar, Amran menegaskan dalam beberapa tahun terakhir nilai dan volume subsidi pupuk menurun. Hal itulah yang mengakibatkan penurunan jumlah nilai subsidi dan kenaikan harga bahan baku pupuk.
Menurut data Kementan, menunjukkan bahwa sejak 2019, tren alokasi subsidi pupuk Indonesia menurun dari Rp 34,1 triliun menjadi Rp 31,1 triliun pada 2020, dan terus menurun hingga Rp 25,3 triliun pada 2023. Juga dari jumlah volume yang diberikan rata-rata sekitar 9 juta ton hingga hanya mampu 6,1 juta ton pada tahun 2023.
Terkini kemampuan subsidi pemerintah hanya 4,7 juta ton (2024). Hal ini akibat bahan baku yang semakin mahal, yakni Harga DAP (Diamonium Fosfat) mengalami kenaikan sebesar 76,95%, sedangkan harga pupuk urea naik hingga sebesar 235,85%.
Kenaikan harga pupuk yang mempengaruhi volume pupuk pupuk subsidi tersebut disebabkan pandemi covid 19 dan terjadinya perang Rusia-Ukraina yang berujung pembatasan Ekspor Bahan Baku yang Dilakukan Rusia, Ukraina dan China.
Saat ini ketiga negara tersebut adalah pengekspor dua jenis bahan baku pupuk NPK, yakni Fosfor (P) dan Kalium (K) terbesar. Namun saat ini Presiden Joko Widodo telah menambahkan anggaran subsidi pupuk hingga 14 triliun karena ekonomi makin pulih dan harga bahan baku pupuk mulai stabil.
Sebelumnya, calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud Md saat ini Indonesia belum mencapai kedaulatan pangan. Ia pun mengatakan salah satu faktor karena lahan pertanian yang semakin sempit di tengah kenaikan subsidi pupuk.
"Petani semakin sekitar lahan pertanian makin sedikit, tetapi subsidi pupuk makin besar, tapi ada yang salah. Petani sedikit, lahan sedikit, ko subsidinya naik pasti ada yang salah," ungkapnya, dalam acara Debat Pilpres keempat di JCC Senayan, Jakarta, Minggu (21/1/2024), semalam. (ada/das)